Minggu, 31 Januari 2016

Cerita Dewasa Dosenku Belum Puas

Aku sangat bingung disana tertulis absenku sudah empat kali, melebihi batas maksimum tiga kali, apakah aku salah menghitung, padahal di agendaku setiap absenku kucatat dengan jelas aku hanya tiga kali absen di mata kuliah itu.

Akupun complain masalah ini dengan dosen yang bersangkutan yaitu Pak Qadar, seorang dosen yang cukup senior di kampusku, beliau berumur pertengahan 40-an, berkacamata dan sedikit beruban, tubuhnya pendek kalau dibanding denganku hanya sampai sedagu.

Diajar olehnya memang enak dan mengerti namun beliau agak cunihin, karena suka cari-cari kesempatan untuk mencolek atau bercanda dengan mahasiswi yang cantik pada jam kuliahnya termasuk juga aku pernah menjadi korban kecunihinannya.

Karena sudah senior dan menjabat kepala jurusan, beliau diberi ruangan seluas 5×5 meter bersama dengan Bu Hany yang juga dosen senior merangkap wakil kepala jurusan. Kuketuk pintunya yang terbuka setelah seorang mahasiswa yang sedang bicara padanya pamitan.

“Siang Pak !” sapaku dengan senyum dipaksa“Siang, ada perlu apa ?”“Ini Pak, saya mau tanya tentang absen saya, kok bisa lebih padahal dicatatan saya cuma tiga…” demikian kujelaskan panjang lebar dan beliau mengangguk-anggukkan kepala mendengarnya.

Beberapa menit beliau meninggalkanku untuk ke TU melihat daftar absen lalu kembali lagi dengan map absen di tangannya. Ternyata setelah usut punya usut, aku tertinggal satu jadwal kuliah tambahan dan cerobohnya aku juga lupa mencatatnya di agendaku.

Dengan memohon belas kasih aku memelas padanya supaya ada keringanan atau keringanan.

“Aduhh…tolong dong pak, soalnya gak ada yang memberitahu saya tentang yang tambahan itu, jadi saya juga gak tau pak, bukan salah saya semua dong pak”

“Tapi kan dik, anda sendiri harusnya tahu kalau absen yang tiga sebelumnya anda bolos bukan karena sakit atau apa kan, seharusnya untuk berjaga-jaga anda tidak absen sebanyak itu dong dulu”Beberapa saat aku tawar menawar dengannya namun ujung-ujungnya tetap harga mati, yaitu aku tetap tidak boleh ujian dengan kata lain aku tidak lulus di mata kuliah tersebut.

Kata-kata terakhirnya sebelum aku pamit hanyalah“Ya sudah lah dik, sebaiknya anda ambil hikmahnya kejadian ini supaya memacu anda lebih rajin di kemudian hari” dengan meletakkan tangannya di bahuku.Dengan lemas dan pucat aku melangkah keluar dari situ dan hampir bertabrakan dengan Bu Hany yang menuju ke ruangan itu.

Dalam perjalanan pulang dimobil pun pikiranku masih kalut sampai mobil di belakangku mengklaksonku karena tidak memperhatikan lampu sudah hijau.

Hari itu aku habis 5 batang rokok, padahal sebelumnya jarang sekali aku mengisapnya. Aku sudah susah-susah belajar dan mengerjakan tugas untuk mata kuliah ini, juga nilai UTS ku 8,8, tapi semuanya sia-sia hanya karena ceroboh sedikit, yang ada sekarang hanyalah jengkel dan sesal.

Sambil tiduran aku memindah-mindahkan chanel parabola dengan remote, hingga sampailah aku pada chanel TV dari Taiwan yang kebetulan sedang menayangkan film semi. Terlintas di pikiranku sebuah cara gila, mengapa aku tidak memanfaatkan sifat cunihinnya itu untuk menggodanya, aku sendiri kan penggemar seks bebas.

Cuma cara ini cukup besar taruhannya kalau tidak kena malah aku yang malu, tapi biarlah tidak ada salahnya mencoba, gagal ya gagal, begitu pikirku.

Aku memikirkan rencana untuk menggodanya dam menetapkan waktunya, yaitu sore jam 5 lebih, biasanya jam itu kampus mulai sepi dan dosen-dosen lain sudah pulang. Aku cuma berharap saat itu Bu Hany sudah pulang, kalau tidak rencana ini bisa tertunda atau mungkin gagal.

Keesokan harinya aku mulai menjalankan rencanaku dengan berdebar-debar. Kupakai pakaianku yang seksi berupa sebuah baju tanpa lengan berwarna biru dipadu dengan rok putih menggantung beberapa senti diatas lutut, gilanya adalah dibalik semua itu aku tidak memakai bra maupun celana dalam.

Tegang juga rasanya baru pertama kalinya aku keluar rumah tanpa pakaian dalam sama sekali, seperti ada perasaan aneh mengalir dalam diriku. Birahiku naik membayangkan yang tidak-tidak, terlebih hembusan AC di mobil semakin membuatku bergairah, udara dingin berhembus menggelikitik kemaluanku yang tidak tertutup apa-apa.

Karena agak macet aku baru tiba di kampus jam setengah enam, kuharap Pak Qadar masih di kantornya. Kampus sudah sepi saat itu karena saat menjelang ujian banyak kelas sudah libur, kalaupun masuk paling cuma untuk pemantapan atau kuis saja.

Aku naik lift ke tingkat tiga. Seorang karyawan dan dua mahasiswa yang selift denganku mencuri-curi pandang ke arahku, suatu hal yang biasa kualami karena aku sering berpakaian seksi cuma kali ini bedanya aku tidak pakai apa-apa di baliknya.

Entah bagaimana reaksi mereka kalau tahu ada seorang gadis di tengah mereka tidak berpakaian dalam, untungnya pakaianku tidak terlalu ketat sehingga lekukan tubuhku tidak terjiplak. Akupun sampai ke ruang beliau di sebelah lab. bahasa dan kulihat lampunya masih nyala.

Kuharap Bu Hany sudah pulang kalau tidak sia-sialah semuanya. Jantungku berdetak lebih kencang saat kuketuk pintunya.

“Masuk !” sahut suara dari dalam“Selamat sore Pak !”

“Oh, kamu Citra yang kemarin, ada apa lagi nih ?” katanya sambil memutar kursinya yang menghadap komputer ke arahku.“Itu…Pak mau membicarakan masalah yang kemarin lagi, apa masih ada keringanan buat saya”

“Waduh…kan bapak udah bilang dari kemarin bahwa tanpa surat opname atau ijin khusus, kamu tetap dihitung absen, disini aturannya memang begitu, harap anda maklum”

“Jadi sudah tidak ada tawar-menawar lagi Pak ?”

“Maaf dik, bapak tidak bisa membantumu dalam hal ini”

“Begini saja Pak, saya punya penawaran terakhir untuk bapak, saya harap bisa menebus absen saya yang satu itu, bagaimana Pak ?”

“Penawaran…penawaran, memangnya pasar pakai tawar-menawar segala” katanya dengan agak jengkel karena aku terus ngotot.Tanpa pikir panjang lagi aku langsung menutup pintu dan menguncinya, lalu berjalan ke arahnya dan langsung duduk diatas meja tepat disampingnya dengan menyilangkan kaki. Tingkahku yang nekad ini membuatnya salah tingkah. Selagi dia masih terbengong-bengong kuraih tangannya dan kuletakkan di betisku.

“Ayolah Pak, saya percaya bapak pasti bisa nolongin saya, ini penawaran terakhir saya, masa bapak gak tertarik dengan yang satu ini” godaku sambil merundukkan badan ke arahnya sehingga dia dapat melihat belahan payudaraku melalui leher bajuku yang agak rendah.

“Dik…kamu-kamu ini….edan juga…” katanya terpatah-patah karena gugupWajahku mendekati wajahnya dan berbisik pelan setengah mendesah :

“Sudahlah Pak, tidak usah pura-pura lagi, nikmati saja selagi bisa”Beliau makin terperangah tanpa mengedipkan matanya ketika aku mulai melepaskan kancing bajuku satu-persatu sampai kedua payudaraku dengan puting pink-nya dan perutku yang rata terlihat olehnya.

Tanpa melepas pandangannya padaku, tangannya yang tadinya cuma memegang betisku mulai merambat naik ke paha mulusku disertai sedikit remasan. Kuturunkan kakiku yang tersilang dan kurenggangkan pahaku agar beliau lebih leluasa mengelus pahaku.

Dengan setengah berdiri beliau meraih payudaraku dengan tangan yang satunya, setelah tangannya memenuhi payudaraku dia meremasnya pelan diiringi desahan pendek dari mulutku.

“Dadamu bagus juga yah dik, kencang dan montok” pujinyaBeliau lalu mendekatkan mulutnya ke arah payudaraku, sebuah jilatan menyapu telak putingku disusul dengan gigitan ringan menyebabkan benda itu mengeras dan tubuhku bergetar.

Sementara tangannya yang lain merambah lebih jauh ke dalam rokku hingga akhirnya menyentuh pangkal pahaku. Beliau berhenti sejenak ketika jari-jarinya menyentuh kemaluanku yang tidak tertutup apa-apa“Ya ampun dik, kamu tidak pakai dalaman apa-apa ke sini !?” tanyanya terheran-heran dengan keberanianku“Iyah pak, khusus untuk bapak…makanya bapak harus tolong saya juga”

Tiba-tiba dengan bernafsu dia bentangkan lebar-lebar kedua pahaku dan menjatuhkan dirinya ke kursi kerjanya. Matanya seperti mau copot memandangi kemaluanku yang merah merekah diantara bulu-bulu hitam yang lebat.

Sungguh tak pernah terbayang olehku aku duduk diatas meja mekakangkan kaki di hadapan dosen yang kuhormati. Sebentar kemudian lidah Pak Qadar mulai menjilati bibir kemaluanku dengan rakusnya. Lidahnya ditekan masuk ke dalam kemaluanku dengan satu jarinya mempermainkan klitorisku, tangannya yang lain dijulurkan ke atas meremasi payudaraku.

Uhhh…!” aku benar-benar menikmatinya, mataku terpejam sambil menggigit bibir bawah, tubuhku juga menggelinjang oleh sensasi permainan lidah beliau. Aku mengerang pelan meremas rambutnya yang tipis, kedua paha mulusku mengapit erat kepalanya seolah tidak menginginkannya lepas.

Lidah itu bergerak semakin liar menyapu dinding-dinding kemaluanku, yang paling enak adalah ketika ujung lidahnya beradu dengan klitorisku, duhh…rasanya geli seperti mau ngompol. Butir-butir keringat mulai keluar seperti embun pada sekujur tubuhku.

Setelah membuat vaginaku basah kuyup, beliau berdiri dan melepaskan diri. Dia membuka celana panjang beserta celana dalamnya sehingga ‘burung’ yang daritadi sudah sesak dalam sangkarnya itu kini dapat berdiri dengan dengan tegak.

Digenggamnya benda itu dan dibawa mendekati vaginaku“Bapak masukin sekarang aja yah Dik, udah ga sabar nih”

“Eiit…bentar Pak, bapak kan belum ngerasain mulut saya nih, dijamin ketagihan deh” kataku sambil meraih penisnya dan turun dari mejaKuturunkan badanku perlahan-lahan dengan gerakan menggoda hingga berlutut di hadapannya.

Penis dalam genggamanku itu kucium dan kujilat perlahan disertai sedikit kocokan. Benda itu bergetar hebat diiringi desahan pemiliknya setiap kali lidahku menyapunya. Sekarang kubuka mulutku untuk memasukkan penis itu.

Hhmm….hampir sedikit lagi masuk seluruhnya tapi nampaknya sudah mentok di tenggorokanku. Boleh juga penisnya untuk seusia beliau, walaupun tidak seperkasa orang-orang kasar yang pernah ML denganku, miliknya cukup kokoh dan dihiasi sedikit urat, bagian kepalanya nampak seperti cendawan berdenyut-denyut.

Dalam mulutku penis itu kukulum dan kuhisap, kugerakkan lidahku memutar mengitari kepala penisnya. Sesekali aku melirik ke atas melihat ekspresi wajah beliau menikmati seponganku. Berdasarkan pengalaman,

Sudah banyak cowok kelabakan dengan oral sex-ku, mereka biasa mengerang-ngerang tak karuan bila lidahku sudah beraksi pada penis mereka, Pak Qadar pun termasuk diantaranya. Beliau mengelus-elus rambutku dan mengelap dahinya yang sudah bercucuran keringat dengan sapu tangan.

Namun ada sedikit gangguan di tengah kenikmatan. Terdengar suara pintu diketuk sehingga kami agak panik. Pak Qadar buru-buru menaikkan kembali celananya dan meneguk air dari gelasnya. Aku disuruhnya sembunyi di bawah meja kerjanya.

“Ya…ya…sebentar tanggung ini hampir selesai” sahutnya membalas suara ketukanDari bawah meja aku mendengar beliau sudah membuka pintu dan berbicara dengan seseorang yang aku tidak tahu. Kira-kira tiga menitan mereka berbicara, Pak Qadar mengucapkan terima kasih pada orang itu dan berpesan agar jangan diganggu dengan alasan sedang lembur dan banyak pekerjaan, lalu pintu ditutup.

“Siapa tadi itu Pak, sudah aman belum ?” tanyaku setelah keluar dari kolong meja“Tenang cuma karyawan mengantar surat ini kok, yuk terusin lagi Dik”Lalu dengan cueknya aku melepaskan baju dan rokku yang sudah terbuka hingga telanjang bulat di hadapannya.

Aku berjalan ke arahnya yang sedang melongo menatapi ketelanjanganku, kulingkarkan lenganku di lehernya dan memeluknya. Dari tubuhnya tercium aroma khas parfum om-om. Beliau yang memangnya pendek terlihat lebih pendek lagi karena saat itu aku mengenakan sepatu yang solnya tinggi.

Kudorong kepalanya diantara kedua gunungku, beliau pasti keenakan kuperlakukan seperti itu. Tiba-tiba aku meringis dan mendesis karena aku merasakan gigitan pada puting kananku, beliau dengan gemasnya menggigit dan mencupangi putingku itu, giginya digetarkan pada bulatan mungil itu dan meninggalkan jejak disekitarnya. Tangannya mengelusi punggungku menurun hingga mencengkram pantatku yang bulat dan padat.

“Hhmm…sempurna sekali tubuhmu ini dik, pasti rajin dirawat ya” pujinya sambil meremas pantatku.Aku hanya tersenyum kecil menanggapi pujiannya lalu kubenamkan kembali wajahnya ke payudaraku yang sebelah, beliaupun melanjutkan menyusu dari situ.

Kali ini dia menjilati seluruh permukaannya hingga basah oleh liurnya lalu diemut dan dihisap kuat-kuat. Tangannya dibawah sana juga tidak bisa diam, yang kiri meremas-remas pantat dan pahaku, yang kanan menggerayangi vaginaku dan menusuk-nusukkan jarinya di sana.

Sebagai respon aku hanya bisa mendesah dan memeluknya erat-erat, darah dalam tubuhku semakin bergolak sehingga walaupun ruangan ini ber-AC, keringatku tetap menetes-netes. Mulutnya kini merambat naik menjilati leher jenjangku, beliau juga mengulum leherku dan mencupanginya seperti Dracula memangsa korbannya.

Cupangannya cukup keras sampai meninggalkan bercak merah selama beberapa hari. Akhirnya mulutnya bertemu dengan mulutku dimana lidah kami saling beradu dengan liar. Lucunya karena dia lebih pendek, aku harus sedikit menunduk untuk bercumbuan dengannya. Sambil berciuman tanganku meraba-raba selangkangannya yang sudah mengeras itu.

Setelah tiga menitan karena merasa pegal lidah dan susah bernafas kami melepaskan diri dari ciuman.“Masukin aja sekarang yah Pak…saya udah gak tahan nih” pintaku sambil terus menurunkan resleting celananya.

Namun belum sempat aku mengeluarkan penisnya, dia sudah terlebih dulu mengangkat tubuhku. Wow, pendek-pendek gini kuat juga ternyata, dia masih sanggup menggendongku dengan kedua tangan lalu diturunkan diatas meja kerjanya.

Dia berdiri diantara kedua belah pahaku dan membuka celananya, tangannya memegang penis itu dan mengarahkannya ke vaginaku. Tangan kananku meraih benda itu dan membantu menancapkannya. Perlahan-lahan batang itu melesak masuk membelah bibir vaginaku hingga tertanam seluruhnya.

“Ooohhh….!” desahku dengan tubuh menegang dan mencengkram bahu Pak Qadar.

“Sakit dik ?” tanyanyaAku hanya menggeleng walaupun rasanya memang agak nyeri, tapi itu cuma sebentar karena selanjutnya yang terasa hanyalah nikmat, ya nikmat yang semakin memuncak. Aku tidak bisa tidak mendesah setiap kali beliau menggenjotku, tapi aku juga harus menjaga volume suaraku agar tidak terdengar sampai luar, untuk itu kadang aku harus menggigit bibir atau jari.

Beliau semakin cepat memaju-mundurkan penisnya, hal ini menimbulkan sensasi nikmat yang terus menjalari tubuhku. Tubuhku terlonjak-lonjak dan tertekuk sehingga payudaraku semakin membusung ke arahnya.

Kesempatan ini tidak disia-siakan beliau yang langsung melumat yang kiri dengan mulutnya dan meremas-remas yang kanan serta memilin-milin putingnya. Tak lama kemudian aku merasa dunia makin berputar dan tubuhku menggelinjang dengan dahsyat, aku mendesah panjang dan melingkarkan kakiku lebih erat pada pinggangnya.

Cairan bening mengucur deras dari vaginaku sehingga menimbulkan bunyi kecipak setiap kali beliau menghujamkan penisnya. Beberapa detik kemudian tubuhku melemas kembali dan tergeletak di mejanya diantara tumpukan arsip-arsip dan alat tulis.

Aku hanya bisa mengambil nafas sebentar karena beliau yang masih bertenaga melanjutkan ronde berikutnya. Tubuhku dibalikkan telungkup diatas meja dan kakiku ditarik hingga terjuntai menyentuh lantai, otomatis kini pantatku pun menungging ke arahnya.

Sambil meremas pantatku dia mendorongkan penisnya itu ke vaginaku.“Uuhh…nggghhh…!” desisku saat penis yang keras itu membelah bibir kemaluanku.

Dalam posisi seperti ini sodokannya terasa semakin keras dan dalam, badanku pun ikut tergoncang hebat, payudaraku serasa tertekan dan bergesekan di meja kerjanya.

Pak Qadar menggenjotku semakin cepat, dengusan nafasnya bercampur dengan desahanku memenuhi ruangan ini. Sebisa mungkin aku menjaga suaraku agar tidak terlalu keras, tapi tetap saja sesekali aku menjerit kalau sodokannya keras.

Mulutku mengap-mengap dan mataku menatap dengan pandangan kosong pada foto beliau dengan istrinya yang dipajang di sana. Beberapa menit kemudian dia menarik tubuh kami mundur beberapa langkah sehingga payudaraku yang tadinya menempel dimeja kini menggantung bebas. Dengan begitu tangannya bisa menggerayangi payudaraku.

Pak Qadar kemudian mengajak ganti posisi, digandengnya tanganku menuju sofa. Dia menjatuhkan pantatnya disana, namun dia mencegahku ketika aku mau duduk, disuruhnya aku berdiri di hadapannya, sehingga kemaluanku tepat di depan wajahnya.

“Bentar yah Dik, bapak bersihin dulu punyamu ini” katanya seraya menempelkan mulutnya pada kerimbunan bulu-bulu kemaluanku.

“Sslluurrpp….sshhrrp” dijilatinya kemaluanku yang basah itu, cairan orgasmeku diseruputnya dengan bernafsu. Aku mendesis dan meremas rambutnya sebagai respon atas tindakannya. Vaginaku dihisapinya selama sepuluh menitan , setelah puas aku disuruhnya naik ke pangkuannya dengan posisi berhadapan.

Kugenggam penisnya dan kuarahkan ke lubangku, setelah rasanya pas kutekan badanku ke bawah sehingga penis beliau tertancap pada vaginaku. Sedikit demi sedikit aku merasakan ruang vaginaku terisi dan dengan beberapa hentakan masuklah batang itu seluruhnya ke dalamku.

20 menit lamanya kami berpacu dalam gaya demikian berlomba-lomba mencapai puncak. Mulutnya tak henti-henti mencupangi payudaraku yang mencuat di depan wajahnya, sesekali mulutnya juga mampir di pundak dan leherku. Akupun akhirnya tidak tahan lagi dengan memuncaknya rasa nikmat di selangkanganku, gerak naik turunku semakin cepat sampai vaginaku kembali mengeluarkan cukup banyak cairan orgasme yang membasahi penisnya dan daerah selangkangan kami.

Semakin lama goyanganku semakin lemah, sehingga tinggal beliau saja yang masih menghentak-hentakkan tubuhku yang sudah lemas di pangkuannya. Belakangan beliau melepaskanku juga dan menyuruh menyelesaikannya dengan mulut saja.

Aku masih lemas dan duduk bersimpuh di lantai di antara kedua kakinya, kugerakkan tangan kananku meraih penisnya yang belum ejakulasi. Benda itu, juga bulu-bulunya basah sekali oleh cairanku yang masih hangat. Aku membuka mulut dan mengulumnya.

Seiring dengan tenagaku yang terkumpul kembali kocokanku pun lebih cepat. Hingga akhirnya batang itu semakin berdenyut diiringi suara erangan parau dari mulutnya. Sperma itu menyemprot langit-langit mulutku, disusul semprotan berikutnya yang semakin mengisi mulutku, rasanya hangat dan kental dengan aromanya yang familiar denganku.

Inilah saatnya menjajal teknik menyepongku, aku berkonsentrasi menelan dan mengisapnya berusaha agar cairan itu tidak terbuang setetespun. Setelah perjuangan yang cukup berat akhirnya sempotannya makin mengecil dan akhirnya berhenti sama sekali.

Belum cukup puas, akupun menjilatinya sampai bersih mengkilat, perlahan-lahan benda itu melunak kembali. Pak Qadar bersandar pada sofa dengan nafas terengah-engah dan mengibas-ngibaskan leher kemejanya.

Setelah merasa segar kami kembali memakai pakaian masing-masing. Dia memuji permainanku dan berjanji berusaha membantuku mencari pemecahan masalah ini. Disuruhnya aku besok datang lagi pada jam yang sama untuk mendengar keputusannya.

Ternyata ketika besoknya aku datang lagi keputusannya masih belum kuterima, malahan aku kembali digarapnya. Rupanya dia masih belum puas dengan pelayananku. Dan besok lusanya yang kebetulan tanggal merah aku diajaknya ke sebuah hotel melati di daerah Tangerang.

Disana aku digarapnya setengah hari dari pagi sampai sore, bahkan sempat aku dibuat pingsan sekali. Luar biasa memang daya tahannya untuk seusianya walaupun dibantu oleh suplemen pria. Namun perjuanganku tidaklah sia-sia, ketika sedang berendam bersama di bathtub dia memberitahukan bahwa aku sudah diperbolehkan ikut dalam ujian.“

Kesananya berusaha sendiri yah Dik, jangan minta yang lebih lagi, bapak sudah perjuangkan hal ini dalam rapat kemarin” katanya sambil memencet putingku

“Tenang aja Pak, saya juga tahu diri kok, yang penting saya ga mau perjuangan saya selama ini sia-sia” jawabku dengan tersenyum kecil Akhirnya akupun lulus dalam mata kuliah itu walaupun dengan nilai B karena UAS-nya lumayan sulit, lumayanlah daripada tidak lulus. Dan dari sini pula aku belajar bahwa terkadang perjuangan itu perlu pengorbanan apa saja.Aku sangat bingung disana tertulis absenku sudah empat kali, melebihi batas maksimum tiga kali, apakah aku salah menghitung, padahal di agendaku setiap absenku kucatat dengan jelas aku hanya tiga kali absen di mata kuliah itu.

Akupun complain masalah ini dengan dosen yang bersangkutan yaitu Pak Qadar, seorang dosen yang cukup senior di kampusku, beliau berumur pertengahan 40-an, berkacamata dan sedikit beruban, tubuhnya pendek kalau dibanding denganku hanya sampai sedagu.

Diajar olehnya memang enak dan mengerti namun beliau agak cunihin, karena suka cari-cari kesempatan untuk mencolek atau bercanda dengan mahasiswi yang cantik pada jam kuliahnya termasuk juga aku pernah menjadi korban kecunihinannya.

Karena sudah senior dan menjabat kepala jurusan, beliau diberi ruangan seluas 5×5 meter bersama dengan Bu Hany yang juga dosen senior merangkap wakil kepala jurusan. Kuketuk pintunya yang terbuka setelah seorang mahasiswa yang sedang bicara padanya pamitan.

“Siang Pak !” sapaku dengan senyum dipaksa“Siang, ada perlu apa ?”“Ini Pak, saya mau tanya tentang absen saya, kok bisa lebih padahal dicatatan saya cuma tiga…” demikian kujelaskan panjang lebar dan beliau mengangguk-anggukkan kepala mendengarnya.

Beberapa menit beliau meninggalkanku untuk ke TU melihat daftar absen lalu kembali lagi dengan map absen di tangannya. Ternyata setelah usut punya usut, aku tertinggal satu jadwal kuliah tambahan dan cerobohnya aku juga lupa mencatatnya di agendaku.

Dengan memohon belas kasih aku memelas padanya supaya ada keringanan atau keringanan.

“Aduhh…tolong dong pak, soalnya gak ada yang memberitahu saya tentang yang tambahan itu, jadi saya juga gak tau pak, bukan salah saya semua dong pak”

“Tapi kan dik, anda sendiri harusnya tahu kalau absen yang tiga sebelumnya anda bolos bukan karena sakit atau apa kan, seharusnya untuk berjaga-jaga anda tidak absen sebanyak itu dong dulu”Beberapa saat aku tawar menawar dengannya namun ujung-ujungnya tetap harga mati, yaitu aku tetap tidak boleh ujian dengan kata lain aku tidak lulus di mata kuliah tersebut.

Kata-kata terakhirnya sebelum aku pamit hanyalah“Ya sudah lah dik, sebaiknya anda ambil hikmahnya kejadian ini supaya memacu anda lebih rajin di kemudian hari” dengan meletakkan tangannya di bahuku.Dengan lemas dan pucat aku melangkah keluar dari situ dan hampir bertabrakan dengan Bu Hany yang menuju ke ruangan itu.

Dalam perjalanan pulang dimobil pun pikiranku masih kalut sampai mobil di belakangku mengklaksonku karena tidak memperhatikan lampu sudah hijau.

Hari itu aku habis 5 batang rokok, padahal sebelumnya jarang sekali aku mengisapnya. Aku sudah susah-susah belajar dan mengerjakan tugas untuk mata kuliah ini, juga nilai UTS ku 8,8, tapi semuanya sia-sia hanya karena ceroboh sedikit, yang ada sekarang hanyalah jengkel dan sesal.

Sambil tiduran aku memindah-mindahkan chanel parabola dengan remote, hingga sampailah aku pada chanel TV dari Taiwan yang kebetulan sedang menayangkan film semi. Terlintas di pikiranku sebuah cara gila, mengapa aku tidak memanfaatkan sifat cunihinnya itu untuk menggodanya, aku sendiri kan penggemar seks bebas.

Cuma cara ini cukup besar taruhannya kalau tidak kena malah aku yang malu, tapi biarlah tidak ada salahnya mencoba, gagal ya gagal, begitu pikirku.

Aku memikirkan rencana untuk menggodanya dam menetapkan waktunya, yaitu sore jam 5 lebih, biasanya jam itu kampus mulai sepi dan dosen-dosen lain sudah pulang. Aku cuma berharap saat itu Bu Hany sudah pulang, kalau tidak rencana ini bisa tertunda atau mungkin gagal.

Keesokan harinya aku mulai menjalankan rencanaku dengan berdebar-debar. Kupakai pakaianku yang seksi berupa sebuah baju tanpa lengan berwarna biru dipadu dengan rok putih menggantung beberapa senti diatas lutut, gilanya adalah dibalik semua itu aku tidak memakai bra maupun celana dalam.

Tegang juga rasanya baru pertama kalinya aku keluar rumah tanpa pakaian dalam sama sekali, seperti ada perasaan aneh mengalir dalam diriku. Birahiku naik membayangkan yang tidak-tidak, terlebih hembusan AC di mobil semakin membuatku bergairah, udara dingin berhembus menggelikitik kemaluanku yang tidak tertutup apa-apa.

Karena agak macet aku baru tiba di kampus jam setengah enam, kuharap Pak Qadar masih di kantornya. Kampus sudah sepi saat itu karena saat menjelang ujian banyak kelas sudah libur, kalaupun masuk paling cuma untuk pemantapan atau kuis saja.

Aku naik lift ke tingkat tiga. Seorang karyawan dan dua mahasiswa yang selift denganku mencuri-curi pandang ke arahku, suatu hal yang biasa kualami karena aku sering berpakaian seksi cuma kali ini bedanya aku tidak pakai apa-apa di baliknya.

Entah bagaimana reaksi mereka kalau tahu ada seorang gadis di tengah mereka tidak berpakaian dalam, untungnya pakaianku tidak terlalu ketat sehingga lekukan tubuhku tidak terjiplak. Akupun sampai ke ruang beliau di sebelah lab. bahasa dan kulihat lampunya masih nyala.

Kuharap Bu Hany sudah pulang kalau tidak sia-sialah semuanya. Jantungku berdetak lebih kencang saat kuketuk pintunya.

“Masuk !” sahut suara dari dalam“Selamat sore Pak !”

“Oh, kamu Citra yang kemarin, ada apa lagi nih ?” katanya sambil memutar kursinya yang menghadap komputer ke arahku.“Itu…Pak mau membicarakan masalah yang kemarin lagi, apa masih ada keringanan buat saya”

“Waduh…kan bapak udah bilang dari kemarin bahwa tanpa surat opname atau ijin khusus, kamu tetap dihitung absen, disini aturannya memang begitu, harap anda maklum”

“Jadi sudah tidak ada tawar-menawar lagi Pak ?”

“Maaf dik, bapak tidak bisa membantumu dalam hal ini”

“Begini saja Pak, saya punya penawaran terakhir untuk bapak, saya harap bisa menebus absen saya yang satu itu, bagaimana Pak ?”

“Penawaran…penawaran, memangnya pasar pakai tawar-menawar segala” katanya dengan agak jengkel karena aku terus ngotot.Tanpa pikir panjang lagi aku langsung menutup pintu dan menguncinya, lalu berjalan ke arahnya dan langsung duduk diatas meja tepat disampingnya dengan menyilangkan kaki. Tingkahku yang nekad ini membuatnya salah tingkah. Selagi dia masih terbengong-bengong kuraih tangannya dan kuletakkan di betisku.

“Ayolah Pak, saya percaya bapak pasti bisa nolongin saya, ini penawaran terakhir saya, masa bapak gak tertarik dengan yang satu ini” godaku sambil merundukkan badan ke arahnya sehingga dia dapat melihat belahan payudaraku melalui leher bajuku yang agak rendah.

“Dik…kamu-kamu ini….edan juga…” katanya terpatah-patah karena gugupWajahku mendekati wajahnya dan berbisik pelan setengah mendesah :

“Sudahlah Pak, tidak usah pura-pura lagi, nikmati saja selagi bisa”Beliau makin terperangah tanpa mengedipkan matanya ketika aku mulai melepaskan kancing bajuku satu-persatu sampai kedua payudaraku dengan puting pink-nya dan perutku yang rata terlihat olehnya.

Tanpa melepas pandangannya padaku, tangannya yang tadinya cuma memegang betisku mulai merambat naik ke paha mulusku disertai sedikit remasan. Kuturunkan kakiku yang tersilang dan kurenggangkan pahaku agar beliau lebih leluasa mengelus pahaku.

Dengan setengah berdiri beliau meraih payudaraku dengan tangan yang satunya, setelah tangannya memenuhi payudaraku dia meremasnya pelan diiringi desahan pendek dari mulutku.

“Dadamu bagus juga yah dik, kencang dan montok” pujinyaBeliau lalu mendekatkan mulutnya ke arah payudaraku, sebuah jilatan menyapu telak putingku disusul dengan gigitan ringan menyebabkan benda itu mengeras dan tubuhku bergetar.

Sementara tangannya yang lain merambah lebih jauh ke dalam rokku hingga akhirnya menyentuh pangkal pahaku. Beliau berhenti sejenak ketika jari-jarinya menyentuh kemaluanku yang tidak tertutup apa-apa“Ya ampun dik, kamu tidak pakai dalaman apa-apa ke sini !?” tanyanya terheran-heran dengan keberanianku“Iyah pak, khusus untuk bapak…makanya bapak harus tolong saya juga”

Tiba-tiba dengan bernafsu dia bentangkan lebar-lebar kedua pahaku dan menjatuhkan dirinya ke kursi kerjanya. Matanya seperti mau copot memandangi kemaluanku yang merah merekah diantara bulu-bulu hitam yang lebat.

Sungguh tak pernah terbayang olehku aku duduk diatas meja mekakangkan kaki di hadapan dosen yang kuhormati. Sebentar kemudian lidah Pak Qadar mulai menjilati bibir kemaluanku dengan rakusnya. Lidahnya ditekan masuk ke dalam kemaluanku dengan satu jarinya mempermainkan klitorisku, tangannya yang lain dijulurkan ke atas meremasi payudaraku.

Uhhh…!” aku benar-benar menikmatinya, mataku terpejam sambil menggigit bibir bawah, tubuhku juga menggelinjang oleh sensasi permainan lidah beliau. Aku mengerang pelan meremas rambutnya yang tipis, kedua paha mulusku mengapit erat kepalanya seolah tidak menginginkannya lepas.

Lidah itu bergerak semakin liar menyapu dinding-dinding kemaluanku, yang paling enak adalah ketika ujung lidahnya beradu dengan klitorisku, duhh…rasanya geli seperti mau ngompol. Butir-butir keringat mulai keluar seperti embun pada sekujur tubuhku.

Setelah membuat vaginaku basah kuyup, beliau berdiri dan melepaskan diri. Dia membuka celana panjang beserta celana dalamnya sehingga ‘burung’ yang daritadi sudah sesak dalam sangkarnya itu kini dapat berdiri dengan dengan tegak.

Digenggamnya benda itu dan dibawa mendekati vaginaku“Bapak masukin sekarang aja yah Dik, udah ga sabar nih”

“Eiit…bentar Pak, bapak kan belum ngerasain mulut saya nih, dijamin ketagihan deh” kataku sambil meraih penisnya dan turun dari mejaKuturunkan badanku perlahan-lahan dengan gerakan menggoda hingga berlutut di hadapannya.

Penis dalam genggamanku itu kucium dan kujilat perlahan disertai sedikit kocokan. Benda itu bergetar hebat diiringi desahan pemiliknya setiap kali lidahku menyapunya. Sekarang kubuka mulutku untuk memasukkan penis itu.

Hhmm….hampir sedikit lagi masuk seluruhnya tapi nampaknya sudah mentok di tenggorokanku. Boleh juga penisnya untuk seusia beliau, walaupun tidak seperkasa orang-orang kasar yang pernah ML denganku, miliknya cukup kokoh dan dihiasi sedikit urat, bagian kepalanya nampak seperti cendawan berdenyut-denyut.

Dalam mulutku penis itu kukulum dan kuhisap, kugerakkan lidahku memutar mengitari kepala penisnya. Sesekali aku melirik ke atas melihat ekspresi wajah beliau menikmati seponganku. Berdasarkan pengalaman,

Sudah banyak cowok kelabakan dengan oral sex-ku, mereka biasa mengerang-ngerang tak karuan bila lidahku sudah beraksi pada penis mereka, Pak Qadar pun termasuk diantaranya. Beliau mengelus-elus rambutku dan mengelap dahinya yang sudah bercucuran keringat dengan sapu tangan.

Namun ada sedikit gangguan di tengah kenikmatan. Terdengar suara pintu diketuk sehingga kami agak panik. Pak Qadar buru-buru menaikkan kembali celananya dan meneguk air dari gelasnya. Aku disuruhnya sembunyi di bawah meja kerjanya.

“Ya…ya…sebentar tanggung ini hampir selesai” sahutnya membalas suara ketukanDari bawah meja aku mendengar beliau sudah membuka pintu dan berbicara dengan seseorang yang aku tidak tahu. Kira-kira tiga menitan mereka berbicara, Pak Qadar mengucapkan terima kasih pada orang itu dan berpesan agar jangan diganggu dengan alasan sedang lembur dan banyak pekerjaan, lalu pintu ditutup.

“Siapa tadi itu Pak, sudah aman belum ?” tanyaku setelah keluar dari kolong meja“Tenang cuma karyawan mengantar surat ini kok, yuk terusin lagi Dik”Lalu dengan cueknya aku melepaskan baju dan rokku yang sudah terbuka hingga telanjang bulat di hadapannya.

Aku berjalan ke arahnya yang sedang melongo menatapi ketelanjanganku, kulingkarkan lenganku di lehernya dan memeluknya. Dari tubuhnya tercium aroma khas parfum om-om. Beliau yang memangnya pendek terlihat lebih pendek lagi karena saat itu aku mengenakan sepatu yang solnya tinggi.

Kudorong kepalanya diantara kedua gunungku, beliau pasti keenakan kuperlakukan seperti itu. Tiba-tiba aku meringis dan mendesis karena aku merasakan gigitan pada puting kananku, beliau dengan gemasnya menggigit dan mencupangi putingku itu, giginya digetarkan pada bulatan mungil itu dan meninggalkan jejak disekitarnya. Tangannya mengelusi punggungku menurun hingga mencengkram pantatku yang bulat dan padat.

“Hhmm…sempurna sekali tubuhmu ini dik, pasti rajin dirawat ya” pujinya sambil meremas pantatku.Aku hanya tersenyum kecil menanggapi pujiannya lalu kubenamkan kembali wajahnya ke payudaraku yang sebelah, beliaupun melanjutkan menyusu dari situ.

Kali ini dia menjilati seluruh permukaannya hingga basah oleh liurnya lalu diemut dan dihisap kuat-kuat. Tangannya dibawah sana juga tidak bisa diam, yang kiri meremas-remas pantat dan pahaku, yang kanan menggerayangi vaginaku dan menusuk-nusukkan jarinya di sana.

Sebagai respon aku hanya bisa mendesah dan memeluknya erat-erat, darah dalam tubuhku semakin bergolak sehingga walaupun ruangan ini ber-AC, keringatku tetap menetes-netes. Mulutnya kini merambat naik menjilati leher jenjangku, beliau juga mengulum leherku dan mencupanginya seperti Dracula memangsa korbannya.

Cupangannya cukup keras sampai meninggalkan bercak merah selama beberapa hari. Akhirnya mulutnya bertemu dengan mulutku dimana lidah kami saling beradu dengan liar. Lucunya karena dia lebih pendek, aku harus sedikit menunduk untuk bercumbuan dengannya. Sambil berciuman tanganku meraba-raba selangkangannya yang sudah mengeras itu.

Setelah tiga menitan karena merasa pegal lidah dan susah bernafas kami melepaskan diri dari ciuman.“Masukin aja sekarang yah Pak…saya udah gak tahan nih” pintaku sambil terus menurunkan resleting celananya.

Namun belum sempat aku mengeluarkan penisnya, dia sudah terlebih dulu mengangkat tubuhku. Wow, pendek-pendek gini kuat juga ternyata, dia masih sanggup menggendongku dengan kedua tangan lalu diturunkan diatas meja kerjanya.

Dia berdiri diantara kedua belah pahaku dan membuka celananya, tangannya memegang penis itu dan mengarahkannya ke vaginaku. Tangan kananku meraih benda itu dan membantu menancapkannya. Perlahan-lahan batang itu melesak masuk membelah bibir vaginaku hingga tertanam seluruhnya.

“Ooohhh….!” desahku dengan tubuh menegang dan mencengkram bahu Pak Qadar.

“Sakit dik ?” tanyanyaAku hanya menggeleng walaupun rasanya memang agak nyeri, tapi itu cuma sebentar karena selanjutnya yang terasa hanyalah nikmat, ya nikmat yang semakin memuncak. Aku tidak bisa tidak mendesah setiap kali beliau menggenjotku, tapi aku juga harus menjaga volume suaraku agar tidak terdengar sampai luar, untuk itu kadang aku harus menggigit bibir atau jari.

Beliau semakin cepat memaju-mundurkan penisnya, hal ini menimbulkan sensasi nikmat yang terus menjalari tubuhku. Tubuhku terlonjak-lonjak dan tertekuk sehingga payudaraku semakin membusung ke arahnya.

Kesempatan ini tidak disia-siakan beliau yang langsung melumat yang kiri dengan mulutnya dan meremas-remas yang kanan serta memilin-milin putingnya. Tak lama kemudian aku merasa dunia makin berputar dan tubuhku menggelinjang dengan dahsyat, aku mendesah panjang dan melingkarkan kakiku lebih erat pada pinggangnya.

Cairan bening mengucur deras dari vaginaku sehingga menimbulkan bunyi kecipak setiap kali beliau menghujamkan penisnya. Beberapa detik kemudian tubuhku melemas kembali dan tergeletak di mejanya diantara tumpukan arsip-arsip dan alat tulis.

Aku hanya bisa mengambil nafas sebentar karena beliau yang masih bertenaga melanjutkan ronde berikutnya. Tubuhku dibalikkan telungkup diatas meja dan kakiku ditarik hingga terjuntai menyentuh lantai, otomatis kini pantatku pun menungging ke arahnya.

Sambil meremas pantatku dia mendorongkan penisnya itu ke vaginaku.“Uuhh…nggghhh…!” desisku saat penis yang keras itu membelah bibir kemaluanku.

Dalam posisi seperti ini sodokannya terasa semakin keras dan dalam, badanku pun ikut tergoncang hebat, payudaraku serasa tertekan dan bergesekan di meja kerjanya.

Pak Qadar menggenjotku semakin cepat, dengusan nafasnya bercampur dengan desahanku memenuhi ruangan ini. Sebisa mungkin aku menjaga suaraku agar tidak terlalu keras, tapi tetap saja sesekali aku menjerit kalau sodokannya keras.

Mulutku mengap-mengap dan mataku menatap dengan pandangan kosong pada foto beliau dengan istrinya yang dipajang di sana. Beberapa menit kemudian dia menarik tubuh kami mundur beberapa langkah sehingga payudaraku yang tadinya menempel dimeja kini menggantung bebas. Dengan begitu tangannya bisa menggerayangi payudaraku.

Pak Qadar kemudian mengajak ganti posisi, digandengnya tanganku menuju sofa. Dia menjatuhkan pantatnya disana, namun dia mencegahku ketika aku mau duduk, disuruhnya aku berdiri di hadapannya, sehingga kemaluanku tepat di depan wajahnya.

“Bentar yah Dik, bapak bersihin dulu punyamu ini” katanya seraya menempelkan mulutnya pada kerimbunan bulu-bulu kemaluanku.

“Sslluurrpp….sshhrrp” dijilatinya kemaluanku yang basah itu, cairan orgasmeku diseruputnya dengan bernafsu. Aku mendesis dan meremas rambutnya sebagai respon atas tindakannya. Vaginaku dihisapinya selama sepuluh menitan , setelah puas aku disuruhnya naik ke pangkuannya dengan posisi berhadapan.

Kugenggam penisnya dan kuarahkan ke lubangku, setelah rasanya pas kutekan badanku ke bawah sehingga penis beliau tertancap pada vaginaku. Sedikit demi sedikit aku merasakan ruang vaginaku terisi dan dengan beberapa hentakan masuklah batang itu seluruhnya ke dalamku.

20 menit lamanya kami berpacu dalam gaya demikian berlomba-lomba mencapai puncak. Mulutnya tak henti-henti mencupangi payudaraku yang mencuat di depan wajahnya, sesekali mulutnya juga mampir di pundak dan leherku. Akupun akhirnya tidak tahan lagi dengan memuncaknya rasa nikmat di selangkanganku, gerak naik turunku semakin cepat sampai vaginaku kembali mengeluarkan cukup banyak cairan orgasme yang membasahi penisnya dan daerah selangkangan kami.

Semakin lama goyanganku semakin lemah, sehingga tinggal beliau saja yang masih menghentak-hentakkan tubuhku yang sudah lemas di pangkuannya. Belakangan beliau melepaskanku juga dan menyuruh menyelesaikannya dengan mulut saja.

Aku masih lemas dan duduk bersimpuh di lantai di antara kedua kakinya, kugerakkan tangan kananku meraih penisnya yang belum ejakulasi. Benda itu, juga bulu-bulunya basah sekali oleh cairanku yang masih hangat. Aku membuka mulut dan mengulumnya.

Seiring dengan tenagaku yang terkumpul kembali kocokanku pun lebih cepat. Hingga akhirnya batang itu semakin berdenyut diiringi suara erangan parau dari mulutnya. Sperma itu menyemprot langit-langit mulutku, disusul semprotan berikutnya yang semakin mengisi mulutku, rasanya hangat dan kental dengan aromanya yang familiar denganku.

Inilah saatnya menjajal teknik menyepongku, aku berkonsentrasi menelan dan mengisapnya berusaha agar cairan itu tidak terbuang setetespun. Setelah perjuangan yang cukup berat akhirnya sempotannya makin mengecil dan akhirnya berhenti sama sekali.

Belum cukup puas, akupun menjilatinya sampai bersih mengkilat, perlahan-lahan benda itu melunak kembali. Pak Qadar bersandar pada sofa dengan nafas terengah-engah dan mengibas-ngibaskan leher kemejanya.

Setelah merasa segar kami kembali memakai pakaian masing-masing. Dia memuji permainanku dan berjanji berusaha membantuku mencari pemecahan masalah ini. Disuruhnya aku besok datang lagi pada jam yang sama untuk mendengar keputusannya.

Ternyata ketika besoknya aku datang lagi keputusannya masih belum kuterima, malahan aku kembali digarapnya. Rupanya dia masih belum puas dengan pelayananku. Dan besok lusanya yang kebetulan tanggal merah aku diajaknya ke sebuah hotel melati di daerah Tangerang.

Disana aku digarapnya setengah hari dari pagi sampai sore, bahkan sempat aku dibuat pingsan sekali. Luar biasa memang daya tahannya untuk seusianya walaupun dibantu oleh suplemen pria. Namun perjuanganku tidaklah sia-sia, ketika sedang berendam bersama di bathtub dia memberitahukan bahwa aku sudah diperbolehkan ikut dalam ujian.“

Kesananya berusaha sendiri yah Dik, jangan minta yang lebih lagi, bapak sudah perjuangkan hal ini dalam rapat kemarin” katanya sambil memencet putingku

“Tenang aja Pak, saya juga tahu diri kok, yang penting saya ga mau perjuangan saya selama ini sia-sia” jawabku dengan tersenyum kecil Akhirnya akupun lulus dalam mata kuliah itu walaupun dengan nilai B karena UAS-nya lumayan sulit, lumayanlah daripada tidak lulus. Dan dari sini pula aku belajar bahwa terkadang perjuangan itu perlu pengorbanan apa saja.

Cerita Dewasa Stres Akibat Kuliah

Tak heran aku sering menjadi pusat perhatian cowok-cowok di sana, beberapa bahkan sering curi-curi pandang mengintip tubuhku kalau aku sedang memakai pakaian yang menggoda, aku sih sudah terbiasa dengan tatapan-tatapan liar seperti ini, terlebih lagi aku juga cenderung eksibisionis, jadi aku sih cuek-cuek aja.

Hari itu mata kuliah yang bersangkutan ada kuliah tambahan karena dosennya beberapa kali tidak masuk akibat sibuk dengan kuliah S3-nya. Kuliah diadakan pada jam lima sore. Seperti biasa kalau kuliah tambahan pada jam-jam seperti ini waktunya lebih cepat, satu jam saja sudah bubar. Namun bagaimanapun saat itu langit sudah gelap hingga di kampus hampir tidak ada lagi mahasiswa yang nongkrong.

Keluar dari kelas aku terlebih dulu ke toilet yang hanya berjarak empat ruangan dari kelas ini untuk buang air kecil sejenak, serem juga nih sendirian di WC kampus malam-malam begini, tapi aku segera menepis segala bayangan menakutkan itu.

Setelah cuci tangan aku buru-buru keluar menuju lift (di tingkat lima). Ketika menunggu lift aku terkejut karena ada yang menyapa dari belakang. Ternyata mereka adalah tiga orang mahasiswa yang juga sekelas denganku tadi, yang tadi menyapaku aku tahu orangnya karena pernah duduk di sebelahku dan mengobrol sewaktu kuliah, namanya Adi, tubuhnya kurus tinggi dan berambut jabrik, mukanya jauh dari tampan dengan bibir tebal dan mata besar.

Sedangkan yang dua lagi aku tidak ingat namanya, cuma tahu tampang, belakangan aku tahu yang rambutnya gondrong dikuncir itu namanya Syaiful dan satunya lagi yang mukanya mirip Arab itu namanya Rois, tubuhnya lebih berisi dan kekar dibandingkan Adi dan Syaiful yang lebih mirip pemakai narkoba.

“Kok baru turun sekarang Ci?” sapa Adi berbasa-basi.

“Abis dari WC, lu orang juga ngapain dulu?” jawabku.

“Biasalah, ngerokok dulu bentar” jawabnya.

Lift terbuka dan kami masuk bersama, mereka berdiri mengelilingiku seperti mengepungku hingga jantungku jadi deg-degan merasakan mata mereka memperhatikan tubuhku yang terbungkus rok putih dari bahan katun yang menggantung di atas lutut serta kaos pink dengan aksen putih tanpa lengan.

Walau demikian, terus terang gairahku terpicu juga dengan suasana di ruangan kecil dan dengan dikelilingi para pria seperti ini hingga rasa panas mulai menjalari tubuhku.

“Langsung pulang Ci?” tanya Syaiful yang berdiri di sebelah kiriku.

“Hemm” jawabku singkat dengan anggukan kepala.

“Jadi udah gak ada kegiatan apa-apa lagi dong setelah ini?” si Adi menimpali.

“Ya gitulah, paling nonton di rumah” jawabku lagi.

“Wah kebetulan.. Kalo gitu lu ada waktu sebentar buat kita dong!” sahut Syaiful.“Eh.. Buat apa?” tanyaku lagi.

Sebelum ada jawaban, aku telah dikagetkan oleh sepasang tangan yang memelukku dari belakang dan seperti sudah diberi aba-aba, Rois yang berdiri dekat tombol lift menekan sebuah tombol sehingga lift yang sedang menuju tingkat dua itu terhenti. Tas jinjingku sampai terlepas dari tanganku karena terkejut.

“Heh.. Ngapain lu orang?” ujarku panik dengan sedikit rontaan.

“Hehehe.. Ayolah Ci, having fun dikit kenapa? Stress kan, kuliah seharian gini!” ucap Adi yang mendekapku dengan nafas menderu.

“Iya Ci, di sipil kan gersang cewek nih, jarang ada cewek kaya lo gini, lu bantu hibur kita dong” timpal Rois.

Srr.. Sesosok tangan menggerayang masuk ke dalam rok miniku. Aku tersentak ketika tangan itu menjamah pangkal pahaku lalu mulai menggosok-gosoknya dari luar.

“Eengghh.. Kurang ajar!” ujarku lemah. Aku sendiri sebenarnya menginginkannya, namun aku tetap berpura-pura jual mahal untuk menaikkan derajatku di depan mereka.

Mereka menyeringai mesum menikmati ekpresi wajahku yang telah terangsang. Rambutku yang dikuncir memudahkan Adi menciumi leher, telinga dan tengkukku dengan ganas sehingga birahiku naik dengan cepat.

Rois yang tadinya cuma meremasi dadaku dari luar kini mulai menyingkap kaosku lalu cup bra-ku yang kanan dia turunkan, maka menyembullah payudara kananku yang nampak lebih mencuat karena masih disangga bra. Diletakkannya telapak tangannya di sana dan meremasnya pelan, kemudian kepalanya mulai merunduk dan lidahnya kurasakan menyentuh putingku.

Sambil menyusu, tangannya aktif mengelusi paha mulusku. Tanpa kusadari, celana dalamku kini telah merosot hingga ke lutut, pantat dan kemaluanku terbuka sudah.

Jari-jari Syaiful sudah memasuki vaginaku dan menggelitik bagian dalamnya. Tubuhku menggelinjang dan mendesah saat jarinya menemukan klitorisku dan menggesek-gesekkan jarinya pada daging kecil itu.

Aku merasakan sensasi geli yang luar biasa sehingga pahaku merapat mengapit tangan Syaiful. Rasa geli itu juga kurasakan pada telingaku yang sedang dijilati Adi, hembusan nafasnya membuat bulu kudukku merinding.

Tangannya menjalar ke dadaku dan mengeluarkan payudaraku yang satu lagi. Diremasinya payudara itu dan putingnya dipilin-pilin, kadang dipencet atau digesek-gesekkan dengan jarinya hingga menyebabkan benda itu semakin membengkak. Tubuhku serasa lemas tak berdaya, pasrah membiarkan mereka menjarah tubuhku.

Melihatku semakin pasrah, mereka semakin menjadi-jadi. Kini Rois memagut bibirku, bibir tebal itu menyedot-nyedot bibirku yang mungil, lidahnya masuk ke mulutku dan menjilati rongga di dalamnya, kubalas dengan menggerakkan lidahku sehingga lidah kami saling jilat, saling hisap, sementara tangannya sudah meremas bongkahan pantatku, kadang jari-jarinya menekan anusku.

Tonjolan keras di balik celana Adi terasa menekan pantatku. Secara refleks aku menggerakkan tanganku ke belakang dan meraba-raba tonjolan yang masih terbungkus celana itu.

Payudara kananku yang sudah ditinggalkan Rois jadi basah dan meninggalkan bekas gigitan kini beralih ke tangan Adi, dia kelihatan senang sekali memainkan putingku yang sensitif, setiap kali dia pencet benda itu dengan agak keras tubuhku menggelinjang disertai desahan.

Si Syaiful malah sudah membuka celananya dan mengeluarkan penisnya yang sudah tegang. Masih sambil berciuman, kugerakkan mataku memperhatikan miliknya yang panjang dan berwarna gelap tapi diameternya tidak besar, ya sesuailah dengan badannya yang kerempeng itu.

Diraihnya tanganku yang sedang meraba selangkangan Adi ke penisnya, kugenggam benda itu dan kurasakan getarannya, satu genggamanku tidak cukup menyelubungi benda itu, jadi ukurannya kira-kira dua genggaman tanganku.

“Ini aja Ci, burung gua kedinginan nih, tolong hangatin dong!” pintanya.“Ahh.. Eemmhh!” desahku sambil mengambil udara begitu Rois melepas cumbuannya.“Gua juga mau dong, udah gak tahan nih!” ujar Rois sambil membuka celananya.

Wow, sepertinya dia memang ada darah Arab, soalnya ukurannya bisa dibilang menakjubkan, panjang sih tidak beda jauh dari Syaiful tapi yang ini lebih berurat dan lebar, dengan ujungnya yang disunat hingga menyerupai helm tentara. Jantungku jadi tambah berdegup membayangkan akan ditusuk olehnya, berani taruhan punya si Adi juga pasti kalah darinya.

Adi melepaskan dekapannya padaku untuk membuka celana, saat itu Rois menekan bahuku dan memintaku berlutut. Aku pun berlutut karena kakiku memang sudah lemas, kedua penis tersebut bagaikan pistol yang ditodongkan padaku, tidak.. bukan dua, sekarang malah tiga, karena Adi juga sudah mengeluarkan miliknya.

Benar kan, milik Rois memang paling besar di antara ketiganya, disusul Adi yang lebih berisi daripada Syaiful. Mereka bertiga berdiri mengelilingiku dengan senjata yang mengarah ke wajahku.

“Ayo Ci, jilat, siapa dulu yang mau lu servis”“Yang gua aja dulu Ci, dijamin gue banget!”“Ini aja dulu Ci, gua punya lebih gede, pasti puas deh!”

Demikian mereka saling menawarkan penisnya untuk mendapat servis dariku seperti sedang kampanye saja, mereka menepuk-nepuk miliknya pada wajah, hidung, dan bibirku sampai aku kewalahan menentukan pilihan.

“Aduh.. Iya-iya sabar dong, semua pasti kebagian.. Kalo gini terus gua juga bingung dong!” kataku sewot sambil menepis senjata mereka dari mukaku.“Wah.. Marah nih, ya udah kita biarin Citra yang milih aja, demokratis kan?” kata Syaiful.

Setelah kutimbang-timbang, tangan kiriku meraih penis Syaiful dan yang kanan meraih milik Rois lalu memasukkannya pelan-pelan ke mulut.

“Weh.. Sialan lu, gua cuma kebagian tangannya aja!” gerutu Syaiful pada Rois yang hanya ditanggapinya dengan nyengir tanda kemenangan.“Wah gua kok gak diservis Ci, gimana sih!” Adi protes karena merasa diabaikan olehku.

Sebenarnya bukan mengabaikan, tapi aku harus memakai tangan kananku untuk menuntun penis Rois ke mulutku, setelah itu barulah kugerakkan tanganku meraih penis Adi untuk menenangkannya. Kini tiga penis kukocok sekaligus, dua dengan tangan, satu dengan mulut.

Lima belas menit lewat sudah, aku ganti mengoral Adi dan Rois kini menerima tanganku. Tak lama kemudian, Syaiful yang ingin mendapat kenikmatan lebih dalam melepaskan kocokanku dan pindah berlutut di belakangku.

Kaitan bra-ku dibukanya sehingga bra tanpa tali pundak itu terlepas, begitu juga celana dalam hitamku yang masih tersangkut di kaki ditariknya lepas. Lima menit kemudian tangannya menggerayangi payudara dan vaginaku sambil menjilati leherku dengan lidahnya yang panas dan kasar. Pantatku dia angkat sedikit sampai agak menungging.

Kemudian aku menggeliat ketika kurasakan hangat pada liang vaginaku. Penis Syaiful telah menyentuh vaginaku yang basah, dia tidak memasukkan semuanya, cuma sebagian dari kepalanya saja yang digeseknya pada bibir vaginaku sehingga menimbulkan sensasi geli saat kepalanya menyentuh klitorisku.

“Uhh.. Nakal yah lu!” kataku sambil menengok ke belakang.“Aahh..!” jeritku kecil karena selesai berkata demikian Syaiful mendorong pinggulnya ke depan sampai penis itu amblas dalam vaginaku.

Dengan tangan mencengkeram payudaraku, dia mulai menggenjot tubuhku, penisnya bergesekan dengan dinding vaginaku yang bergerinjal-gerinjal. Aku tidak bisa tidak mengerang setiap kali dia menyodokku.

“Hei Ci, yang gua jangan ditinggalin nih” sahut Adi seraya menjejalkan penisnya ke mulutku sekaligus meredam eranganku.

Aku semakin bersemangat mengoral penis Adi sambil menikmati sodokan-sodokan Syaiful, penis itu kuhisap kuat, sesekali lidahku menjilati ‘helm’nya. Jurusku ini membuat Adi blingsatan tak karuan sampai dia menekan-nekan kepalaku ke selangkangannya. Kocokanku terhadap Rois juga semakin dahsyat hingga desahan ketiga pria ini memenuhi ruangan lift.

Teknik oralku dengan cepat mengirim Adi ke puncak, penisnya seperti membengkak dan berdenyut-denyut, dia mengerang dan meremas rambutku.

“Oohh.. Anjing.. Ngecret nih gua!!”

Muncratlah cairan kental itu di mulutku yang langsung kujilati dengan rakusnya. Keluarnya banyak sekali sehingga aku harus buru-buru menelannya agar tidak tumpah. Setelah lepas dari mulutku pun aku masih menjilati sisa sperma pada batangnya. Rois memintaku agar menurunkan frekuensi kocokanku.
“Gak usah buru-buru..” demikian katanya.

“Cepetan Ful, kita juga mau ngerasain memeknya, kebelet nih!” kata Rois pada Syaiful.“Sabar jek.. Uuhh.. Nanggung dikit lagi.. Eemmhh!” jawab Syaiful dengan terengah-engah.

Genjotan Syaiful semakin kencang, nafasnya pun semakin memburu menandakan bahwa dia akan orgasme. Kami mengatur tempo genjotan agar bisa keluar bersama.

“Uhh.. Uhh.. Udah mau Ci, boleh di dalam gak?” tanyanya.“Jangan.. gue lagi subur.. Ah.. Aahh!!” desahku bersamaan dengan klimaks yang menerpa.“Hei, jangan sembarangan buang peju, ntar gua mana bisa jilatin memeknya!” tegur Adi.

Syaiful menyusul tak sampai semenit kemudian dengan meremas kencang payudaraku hingga membuatku merintih, kemudian dia mencabut penisnya dan menumpahkan isinya ke punggungku.
“Ok, next please” Syaiful mempersilakan giliran berikut.

Adi langsung menyambut tubuhku dan memapahku berdiri. Disandarkannya punggungku pada dinding lift lalu dia mencium bibirku dengan lembut sambil tangannya menelusuri lekuk-lekuk tubuhku, kami ber-french kiss dengan panasnya.

Serangan Adi mulai turun ke payudaraku, tapi cuma dia kulum sebentar, lalu dia turun lagi hingga berjongkok di depan vaginaku. Gesper dan resleting rokku dia lucuti hingga rok itu merosot jatuh. Dia menatap dan mengendusi vaginaku yang tertutup rambut lebat itu, tangan kanannya mulai mengelusi kemaluanku sambil mengangkat paha kiriku ke bahunya. Jari-jarinya mengorek liang vaginaku hingga mengenai klitoris dan G-spotku.

“Sshh.. Di.. Oohh.. Aahh!!” desisku sambil meremas rambutnya ketika lidahnya mulai menyentuh bibir vaginaku.

Aku mengigit-gigit bibir menikmati jilatan Adi pada vaginaku, lidahnya bergerak-gerak seperti ular di dalam vaginaku, daging kecil sensitifku juga tidak luput dari sapuan lidah itu, kadang diselingi dengan hisapan. Hal ini membuat tubuhku menggeliat-geliat, mataku terpejam menghayati permainan ini.

Tiba-tiba kurasakan sebuah gigitan pelan pada puting kiriku, mataku membuka dan menemukan kepala Syaiful sudah menempel di sana sedang mengenyot payudaraku. Rois berdiri di sebelah kananku sambil meremas payudaraku yang satunya.

“Ci, toked lu gede banget sih, ukuran BH-nya berapa nih?” tanyanya.“Eenngghh.. Gua 34B.. Mmhh!” jawabku sambil mendesah.“Udah ada pacar lo Ci?” tanyanya lagi.

Aku hanya menggeleng dengan badan makin menggeliat karena saat itu lidah Adi dengan liar menyentil-nyentil klitorisku. Sensasi ini ditambah lagi dengan Rois yang menyapukan lidahnya yang tebal ke leher jenjangku dan mengelusi pantatku. Sebelum sempat mencapai klimaks, Adi berhenti menjilat vaginaku. Dia mulai berdiri dan menyuruh kedua temannya menyingkir dulu.

“Minggir dulu jek.. Gua mo nyoblos nih! Walah.. Nih toked jadi bau jigong lu gini Ful!” omelnya pada Syaiful yang hanya ditanggapi dengan seringainya yang mirip kuda nyengir.

Paha kiriku diangkat hingga pinggang, lalu dia menempelkan kepala penisnya pada bibir vaginaku dan mendorongnya masuk perlahan-lahan.

“Ooh.. Di.. Aahh.. Ahh!” desahku dengan memeluk erat tubuhnya saat dia melakukan penetrasi.“Aakkhh.. Yahud banget memek lu Ci.. Seret-seret basah!”

Kemudian Adi mulai memompa tubuhku, rasanya sungguh sulit dilukiskan. Penis kokoh itu menyodok-nyodokku dengan brutal sampai tubuhku terlonjak-lonjak, keringat yang bercucuran di tubuhku membasahi dinding lift di belakangku.

Eranganku kadang teredam oleh lumatan bibirnya terhadapku. Senjatanya keluar-masuk berkali-kali hingga membuat mataku merem-melek merasakan sodokan yang nikmat itu. Aku pun ikut maju mundur merespons serangannya.

Saat itu kedua temannya hanya menonton sambil memegangi senjata masing-masing, mereka juga menyoraki Adi yang sedang menggenjotku seolah memberi semangat.

Sementara dia berpacu di antara kedua pahaku, aku mulai merasakan klimaks yang akan kembali menerpa. Tubuhku bergetar hebat, pelukanku terhadapnya juga semakin erat.

Akhirnya keluarlah desahan panjang dari mulutku bersamaan dengan melelehnya cairan kewanitaanku lebih banyak daripada sebelumnya. Namun dia masih bersemangat menggenjotku, bahkan bertambah kencang dan bertenaga, nafasnya yang menderu-deru menerpa wajahku.

“Uuhh.. Uuh.. Ci.. Yeeahh.. Hampir!” geramnya di dekat wajahku.

Tubuhnya berkelojotan diiringi desahan panjang, kemudian ditariknya penisnya lepas dari vaginaku dan menyemprotlah isinya di perutku. Dia pun lalu ambruk ke depanku sambil memagut bibirku mesra.

Karena Adi melepaskan pegangannya terhadapku, pelan-pelan tubuhku merosot hingga terduduk bagai tak bertulang, begitu pun dengannya yang bersandar di lift dengan nafas ngos-ngosan. Aku meminta Syaiful mengambilkan tissue dari tasku, aku lalu menyeka keringat di keningku juga ceceran sperma pada perutku sambil menjilat jari-jariku untuk mendapatkan ceceran sperma itu.

Hingga kini pakaian yang masih tersisa di tubuhku cuma sepatu dan kaos yang telah tergulung ke atas.
Tenggang waktu ke babak berikutnya kurang dari lima menit, Rois setelah meminta ijin dahulu, memegangi kedua pergelangan kakiku dan membentangkannya.

Ditatapnya sebentar lubang merah merekah di tengah bulu-bulu hitam itu, kedua temannya juga ikut memandangi daerah itu.

“Ayo dong.. Pada liatin apa sih, malu ah!” kataku dengan memalingkan muka karena merasa risi dipelototi bagian ituku, namun sesungguhnya aku malah menikmati menjadi objek seks mereka.

“Hehehe.. Malu apa mau nih!” ujar Syaiful yang berjongkok di sebelahku sambil mencubit putingku.“Lu udah gak virgin sejak kapan Ci? Kok memeknya masih OK?” tanya Rois sambil menatap liang itu lebih dekat.“Enam belas, waktu SMA dulu” jawabku.

Kami ngobrol-ngobrol sejenak diselingi senda gurau hingga akhirnya aku meminta lagi karena gairahku sudah kembali, ini dipercepat oleh tangan-tangan mereka yang selalu merangsang titik-titik sensitifku.

Rois menarikku sedikit ke depan mendekatkan penisnya pada vaginaku lalu mengarahkan benda itu pada sasarannya. Uuh.. Vaginaku benar-benar terasa sesak dan penuh dijejali oleh penisnya yang perkasa itu. Cairan vaginaku melicinkan jalan masuk baginya.

“Aa.. aadduhh, pelan-pelan dong!” aku mendesah lirih sewaktu Rois mendorong agak kasar. Sambil menggeram-geram, dia memasukkan penisnya sedikit demi sedikit hingga terbenam seluruhnya dalam vaginaku.“Eengghh.. Ketat abis, memek Cina emang sipp!” ceracaunya.

Dia menggenjot tubuhku dengan liar, semakin tinggi tempo permainannya, semakin aku dibuatnya kesetanan. Sementara Syaiful sedang asyik bertukar ludah denganku, lidahku saling jilat dengan lidahnya yang ditindik, tanganku menggenggam penisnya dan mengocoknya. Sebuah tangan meraih payudaraku dan meremasnya lembut, ternyata si Adi yang berlutut di sebelahku.

“Bersihin dong Ci, masih ada sisa tadi!” pintanya dengan menyodorkan penisnya ke mulutku saat mulut Syaiful berpindah ke leherku.

Serta merta kuraih penis itu, hhmm, masih lengket-lengket bekas persenggamaan barusan, kupakai lidahku menyapu batangnya, setelah beberapa jilatan baru kumasukkan ke mulut, aku dapat melihat ekspresi kenikmatan pada wajahnya akibat teknik oralku.

Tak lama kemudian, Syaiful berkelojotan dan bergumam tak jelas, sepertinya dia akan klimaks. Melihat reaksinya kupercepat kocokanku hingga akhirnya cret.. cret.. Spermanya berhamburan mendarat di sekitar dada dan perutku, tanganku juga jadi belepotan cairan seperti susu kental itu. Saat itu aku masih menikmati sodokan Rois sambil mengulum penis Adi.

Kemudian Adi mengajak berganti posisi, aku dimintanya berposisi doggy, Rois dari belakang kembali menusuk vaginaku dan dari depanku Adi menjejalkan penisnya ke mulutku.

Kulumanku membuat Adi berkelojotan sambil meremas-remas rambutku sampai ikat rambutku terlepas dan terurailah rambutku yang sebahu itu. Penis itu bergerak keluar-masuk semakin cepat karena vaginaku juga sudah basah sekali.

Tidak sampai sepuluh menit kemudian muncratlah sperma Adi memenuhi mulutku, karena saat itu genjotan Rois bertambah ganas, hisapanku sedikit buyar sehingga cairan itu tumpah sebagian meleleh di pinggir bibirku. Setelah Adi melepas penisnya, aku bisa lebih fokus melayani Rois, aku ikut menggoyang pinggulku sehingga sodokannya lebih dalam.

Bunyi ‘plok-plok-plok’ terdengar dari hentakan selangkangan Rois dengan pantatku. Mulutku terus mengeluarkan desahan-desahan nikmat, sampai beberapa menit kemudian tubuhku mengejang hebat yang menandakan orgasmeku.

Kepalaku menengadah dan mataku membeliak-beliak, sungguh fantastis kenikmatan yang diberikan olehnya. Kontraksi otot-otot kemaluanku sewaktu orgasme membuatnya merasa nikmat juga karena otot-otot itu semakin menghimpit penisnya, hal ini menyebabkan goyangannya semakin liar dan mempercepat orgasmenya. Dia mendengus-dengus berkelojotan lalu tangannya menarik rambutku sambil mencabut penisnya.

“Aduh-duh, sakit.. Mau ngapain sih?” rintihku.

Dia tarik rambutku hingga aku berlutut dan disuruhnya aku membuka mulut. Di depan wajahku dia kocok penisnya yang langsung menyemburkan lahar putih. Semprotan itu membasahi wajahku sekaligus memenuhi mulutku.

“Gila, banyak amat sih, sampai basah gini gua!” kataku sambil menjilati penisnya melakukan cleaning service.

Setelah menuntaskan hasrat, Rois melepaskanku dan mundur terhuyung-huyung sampai bersandar di pintu lift dimana tubuhnya merosot turun hingga terduduk lemas. Dengan sisa-sisa tenaga aku menyeret tubuhku ke tembok lift agar bisa duduk bersandar.

Suasana di dalam lift jadi panas dan pengap setelah terjadi pergulatan seru barusan. Aku mengatur kembali nafasku yang putus-putus sambil menjilati sperma yang masih belepotan di sekitar mulut, aku bisa merasakan lendir hangat yang masih mengalir di selangkanganku.

Adi sudah memakai kembali celananya tapi masih terduduk lemas, dia mengeluarkan sebotol aqua dari tas lusuhnya, Syaiful sedang berjongkok sambil menghisap rokok, dia belum memakai celananya sehingga batang kemaluannya yang mulai layu itu dapat terlihat olehku,

Rois masih ngos-ngosan dan meminta Adi membagi minumannya. Setelah minum beberapa teguk, Rois menawarkan botol itu padaku yang juga langsung kuraih dan kuminum. Kuteteskan beberapa tetes air pada tissue untuk melap wajahku yang belepotan.

Kami ngobrol-ngobrol ringan dan bertukar nomor HP sambil memulihkan tenaga. Aku mulai memunguti pakaianku yang tercecer. Setelah berpakaian lengkap dan mengucir kembali rambutku, kami bersiap-siap pulang.

Adi menekan tombol lift dan lift kembali meluncur ke bawah. Lantai dasar sudah sepi dan gelap, jam sudah hampir menunjukkan pukul tujuh. Lega rasanya bisa menghirup udara segar lagi setelah keluar gedung ini, kami pun berpisah di depan gedung sipil, mereka keluar lewat gerbang samping dan aku ke tempat parkir.

Cerita Dewasa Sperma Masuk ke Lubang Perawan

Saat pulang dari kampus aku langsung menuju ke kosa kosan karena badanku sudah capek dan lelah pikiran sehabis berpusing ria denga mata perkuliahan , karena keburu aku langusng mengambil kunci yang biasanya aku taruh di bawah keset, tapi aku cari selama 15 menit kunci tersbut tidak ada “ apa mungkin aku lupa menaruhnya” Karena tidak mempunyai serep kunci aku menuju ke bapak kosrt dan meminta kunci serep lainnya yang di pegang oleh Pak Enrik.

Aku segera menuju ke rumah Pak Enrik yang berada disamping gedung kosanku. Kebetulan sekali dia sedang berada di halaman.

“Pak, maaf, saya bisa minta kunci cadangan kos saya gak? kunci saya hilang”

“Oh bisa bisa dik, ayo ikut saya ke dalam” Kami berdua masuk ke dalam rumah Pak Enrik yang kosong, mungkin istrinya sedang pergi. Tiba-tiba Pak Enrik memelukku dari belakang dan mulai meraba pantatku.

Seketika aku mulai berontak tapi lengan Pak Enrik sangat kuat menahan dadaku.

“Pak, apaansih, lepas! Lepasin pak!” teriakku.

“Hahaha, cewek bodoh! kuncimu itu sebenernya nggak hilang, cuma akunya aja yang pengen make kamu sekarang makanya aku umpetin.”

“Aaaah brengsek lepas! Lepaaas!” teriakku, rasanya suaraku mulai serak berteriak terus-terusan.

“Sudah kamu diam saja! Kita bakal bersenang-senang, pokoknya memek kamu bakal aku masukin kontolku, pasti kamu suka!” jawab Pak Enrik sambil melucuti bluksku.

“Pak jangan pak, biarin saya pergi pak, jangan” aku memohon. Sekarang aku tinggal bra dan rok pendek saja, dan Pak Enrik mulai menyeretku ke kamarnya dan menjatuhkanku ke kasurnya.

Dia membuka bajunya dan mulai menciumi mulut, leher, dan tetekku yang masih terbungkus bra merahku.

“Ahh..ahhh pak udah, jangan” desahku yang mulai menikmati tangan kekar Pak Enrik yang mulai meremas tetekku.

Lalu Pak Enrik melepas braku dengan kasar. Tetekku yang bulat besar mencuat dan mebuat Pak Enrik makin horny, dia lalu menciumi dan mengenyot tetekku ku dengan keras.

“Ah..pak ah.. enak pak.. aah sshhh sakit pak ah enak..” rintihku menahan rasa nikmat. Mulut Pak Enrik mengulum pentilku dengan liar, akupun meronta-ronta karena sensasi mulut Pak Enrik.

“Wah besar banget tetekmu dik, asik” kata Pak Enrik sambil menampar tetekkananku sehingga menjadi kemerah-merahan. Aku merasa memekku sudah banjir basah dengan cairan hornyku.

Setelah permainan mulut Pak Enrik yang daritadi mengenyot tetekku, dia sekarang melepas rok dan celana dalamku.

Dia mulai menjilati memekku yang basah dan aku tersengat rasa nikmat luar biasa saat lubang memekku dimasuki lidah Pak Enrik yang hangat.

“Ah.. sshh, aah ah yaah” desahku nikmat. Memekmu enak banget dik, masih rapet, mulus, putih” puji pak Enrik sambil memasuki jari telunjuknya ke dalam memekku lalu mulai mengocoknya keluar masuk.

“Aaah akh sakit pak pelan-pelan ah..”erangku kesakitan. Rasanya nikmat sekali apalagi saat Pak Enrik mulai mengocok lobang memekku dengan tiga jari.

“Kyaaaa aaaah ssssshhh haaaaa nikmat sekali aahh” aku menggelinjang tak keruyaan. Lalu aku merasa pentil tetekku mengeras dan memekku semakin basah, sepertinya aku akan orgasme.

“AAAAHHHH….. bapak aaaaah…. nikmaaaat!!!” teriakku saat gelombang nikmat orgasmeku membuat tubuhku kaku sejenak, tetapi Pak Enrik semakin asyik mengemut itilku.

Aku menjadi lemas sesaat, tetapi saat Pak Enrik kembali meremas tetekku sembari menjilati air hornyku, aku mulai terangsang lagi.

“Enak kan? Nah sekarang sepong kontolku” perintah Pak Enrik sambil mengeluarkan kontolnya yang sudah ngaceng. Kontol Pak Enrik besar sekali batangnya, membuat memek basahku semakin berdenyut-denyut ingin dingentotin dengan kontol itu.

Aku memasukkan kontol itu ke mulutku dan mengulumnya. Aku merasakan rasa asin gurih precum Pak Enrik dan mulai menikmatinya. Pak Enrik membelai-belai kepalaku sambil merem-melek keenakan.

Setelah kuservice kontol kekar Pak Enrik lalu ia bersimpuh diantara kedua pahaku yang sudah siap dingentotin, dia mulai menggesek-gesekkan kepala kontolnya di bibir memekku sehingga aku makin terangsang.

Kepala kontol Pak Enrik mulai masuk ke memekku dan rasanya sakit sekali tetapi nikmat. “Ahh… pak sakit pak pelan-pelan..” Lalu Pak Enrik berhasil memasuki batang kontolnya full ke memekku.

“Ahhhh sakiit ah ah sshhhh yeaaah” erangku sambil menggelinjang keenakan karena kontol besar Pak Enrik mulai majumundur keluarmasuk memekku yang sangat rapat.

“Shhh oooh yeaah memekmu rapet banget dik, masih perawan ya?” kata Pak Enrik sambil menyodok memekku dengan sangat kencang.

Terdengar bunyi plak plak plak karena Pak Enrik menyodokku dengan cepat dan keras dan tetekku melompat-lompat karena sodokan Pak Enrik yang luar biasa. “Ahh.. ah pelan-pelan pak ngilu banget aaah” aku memohon tapi Pak Enrik tidak menghiraukan.

Memek putihku makin basah dan tetekku terus melompat-lompat. Lalu Pak Enrik menyuruhku untuk nungging dan mulai mengentoti ku dengan Doggy Style. Rasanya nikmat sekali sekaligus perih karena Pak Enrik dengan liar menyodokku dan meremas tetekku dari belakang.

“Ahhh ah ahh… yeashh.. shhh ngentot!” desah Pak Enrik keenakan, aku pun dengan alami mendesah keenakan karena kontol besar Pak Enrik yang seakan mengoyak memek mulusku. “Saya mau keluar lagi paak aaah!!” teriakku, kali ini pasti lebih dahsyat.

“Ah ah ah shh aku juga dik aaargggghhh…!!” Crot crot crot sperma Pak Enrik menyembur kedalam memekku, rasanya hangat bercampur dengan cairan hornyku. Kami lalu merebahkan diri di kasur, sangat kelelahan tetapi sangat nikmat.

Aku melihat darah keperawananku keluar dari bibir memekku bersamaan dengan sperma Pak Enrik. Setelah itu aku mengambil kunci kosanku dan kembali pulang. Sejak saat itu kami rutin mengentot di kosan ku dengan Pak Enrik. Aku mulai Kecanduan.

Cerita Sex Digilir di Sekolah

Cerita Dewasa Digilir di Sekolah. Namun karena inilah aku mengalami malapetaka di hari Sabtu, tanggal 18 Desember. Seminggu setelah perayaan ultahku yang ke 17 ini, dimana aku akhirnya mendapatkan SIM karena sudah cukup umur, maka aku ke sekolah dengan mengendarai mobilku sendiri, mobil Fauziah ultahku.

Sepulang sekolah, jam menunjukkan waktu 18:30 (aku sekolah siang, jadi pulangnya begitu malam), aku merasa perutku sakit, jadi aku ke WC dulu. Karena aku bawa mobil sendiri, jadi dengan santai aku buang air di WC, tanpa harus kuatir merasa sungkan dengan sopir yang menungguku.

Tapi yang mengherankan dan sekaligus menjengkelkan, aku harus bolak balik ke wc sampai 5 kali, mungkin setelah tak ada lagi yang bisa dikeluarkan, baru akhirnya aku berhenti buang air. Namun perutku masih terasa mulas. Maka aku memutuskan untuk mampir ke UKS sebentar dan mencari minyak putih. Sebuah keputusan fatal yang harus kubayar dengan kesucianku.

Aku masuk ke ruang UKS, menyalakan lampunya dan menaruh tas sekolahku di meja yang ada di sana, lalu mencari cari minyak putih di kotak obat. Setelah ketemu, aku membuka kancing baju seragamku di bagian perut ke bawah, dan mulai mengoleskan minyak putih itu untuk meredakan rasa sakit perutku. Aku amat terkejut ketika tiba tiba tukang sapu di sekolahku yang bernama Fauzi membuka pintu ruang UKS ini.

Aku yang sedang mengolesi perutku dengan minyak putih, terkesiap melihat dia menyeringai, tanpa menyadari 3 kancing baju seragamku dari bawah yang terbuka dan memperlihatkan perutku yang rata dan putih mulus ini.

Belum sempat aku sadar apa yang harus aku lakukan, ia sudah mendekatiku, menyergapku, menelikung tangan kananku ke belakang dengan tangan kanannya, dan membekap mulutku erat erat dengan tangan kirinya. Aku meronta ronta, dan berusaha menjerit, tapi yang terdengar cuma “eeemph… eeemph…”.

Dengan panik aku berusaha melepaskan bekapan pada mulutku dengan tangan kiriku yang masih bebas. Namun apa arti tenaga seorang gadis yang mungil sepertiku menghadapi seorang lelaki yang tinggi besar seperti Fauzi ini? Aku sungguh merasa tak berdaya.

“Halo non Mirna… kok masih ada di sekolah malam malam begini?” tanya Fauzi dengan menjemukan. Mataku terbelalak ketika masuk lagi tukang sapu yang lain yang bernama bernama Yoyok. “Ropikoo”, ia melongok keluar pintu dan berteriak memanggil satpam di sekolahku.

Aku sempat merasa lega, kukira aku akan selamat dari cengkeraman Fauzi, tapi ternyata Yoyok yang mendekati kami bukannya menolongku, malah memegang pergelangan tangan kiriku dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya mulai meremasi payudaraku.

“Wah baru kali ini ada kesempatan pegang susu amoy.. ini non Mirna yang sering kamu bilang itu kan Had?” tanya Yoyok pada Fauzi, yang menjawab “iya Yok, amoy tercantik di sekolah ini. Betul gak?” tanya Fauzi. Sambil tertawa Yoyok meremas payudaraku makin keras.

Aku menggeliat kesakitan dan terus meronta berusaha melepaskan diri sambil berharap semoga Ropik yang sering kuberi tips untuk mengantrikan aku bakso kesukaanku tiap istirahat sekolah, tidak setega mereka berdua yang sudah seperti kerasukan iblis ini.

Tapi aku langsung sadar aku dalam bahaya besar. Yang memanggil Ropik tadi itu kan Yoyok. Jadi sungguh bodoh bila aku berharap banyak pada Ropik yang kalau tidak salah memang pernah aku temukan sedang mencuri pandang padaku. Ataukah… ?

Beberapa saat kemudian Ropik datang, dan melihatku diperlakukan seperti itu, Ropik menyeringai dan berkata, “Dengar! Kalian jangan gegabah.. non Mirna ini kita ikat dulu di ranjang UKS ini. Setelah jam 8 malam, gedung sekolah ini pasti sudah kosong, dan itu saatnya kita berpesta kawan kawan!”.

Maka lemaslah tubuhku setelah dugaanku terbukti, dan dengan mudah mereka membaringkan tubuhku di atas ranjang UKS. Kedua tangan dan kakiku diikat erat pada sudut sudut ranjang itu, dan dua kancing bajuku yang belum lepas dilepaskan oleh Fauzi, hingga terlihat kulit tubuhku yang putih mulus, serta bra warna pink yang menutupi payudaraku.

Aku mulai putus asa dan memohon “Pak Ropik.. tolong jangan begini pak..”. Ratapanku ini dibalas ciuman Ropik pada bibirku. Ia melumat bibirku dengan penuh nafsu, sampai aku megap megap kehabisan nafas, lalu ia menyumpal mulutku supaya aku tak bisa berteriak minta tolong. “Non Mirna, tenang saja.

Nanti juga non bakalan merasakan surga dunia kok”, kata Ropik sambil tersenyum memuakkan. Kemudian Ropik memerintahkan mereka semua untuk kembali melanjutkan pekerjaannya, dan mereka meninggalkanku sendirian di ruang UKS sialan ini.

Ropik kembali ke posnya, Fauzi dan Yoyok meneruskan pekerjaannya menyapu beberapa ruangan kelas yang belum disapu. Dan aku kini hanya bisa pasrah menunggu nasib.

Aku bergidik membayangkan apa yang akan mereka lakukan terhadapku. Dari berbagai macam cerita kejahatan yang aku dengar, aku mengerti mereka pasti akan memperkosaku ramai ramai. Sakit perutku sudah hilang berkat khasiat minyak putih tadi.

Detik demi detik berlalu begitu cepat, tak terasa setengah jam sudah berlalu. Jam di ruang UKS sudah menunjukkan pukul 20:00. tibalah saatnya aku dibantai oleh mereka. Fauzi masuk, diikuti Yoyok, Ropik, dan celakanya ternyata mereka mengajak 2 satpam yang lain, Urip dan Soleh.

“Hai amoy cantik.. sudah nggak sabar menunggu kami ya?”, kata Fauzi. Dengan mulut yang tersumpal sementara tangan dan kakiku terikat, aku hanya bisa menggeleng nggelengkan kepala, dengan air mata yang mengalir deras aku memandang mereka memohon belas kasihan, walaupun aku tahu pasti hal ini tak ada gunanya.

Mereka hanya tertawa dan dengan santai melepaskan baju seragam sekolahku, hingga aku tinggal mengenakan bra dan celana dalam yang warnanya pink. Mereka bersorak gembira, mengerubutiku dan mulai menggerayangi tubuhku, tanpa aku bisa melawan sama sekali.

Aku masih sempat memperhatikan, betapa kulit mereka itu hitam legam dan kasar dibandingkan kulitku yang putih mulus, membuatku sedikit banyak merasa jijik juga ketika memikirkan tubuhku dikerubuti mereka, untuk kemudian digangbang tanpa ampun..

Aku terus meronta, tapi tiba tiba perasaanku tersengat ketika jari-jari Ropik menyentuh selangkanganku, menekan nekan klitorisku yang masih terbungkus celana dalam. Aku tak tau sejak kapan, tapi bra yang aku pakai sudah lenyap entah kemana, dan payudaraku diremas remas dengan brutal oleh Fauzi dan Yoyok, membuat tubuhku panas dingin tak karuan.

Selagi aku masih kebingungan merasakan sensasi aneh yang melanda tubuhku, Urip mendekatiku, melepas sumpalan pada mulutku, dan melumat bibirku habis habisan. Ya ampun.. aku semakin gelagapan, apalagi kemudian Soleh meraba dan membelai kedua pahaku.

Dikerubuti dan dirangsang sedemikan rupa oleh 5 orang sekaligus, aku merasakan gejolak luar biasa melanda tubuhku yang tanpa bisa kukendalikan, berkelojotan dan mengejang hebat, berulang kali aku terlonjak lonjak, ada beberapa saat lamanya tubuhku tersentak sentak, kakiku melejang lejang, rasanya seluruh tubuhku bergetar.

“oh.. oh… augh.. ngggg.. aaaaaaagh…” aku mengerang dan menjerit keenakan dan keringatku membanjir deras. Lalu aku merasa kelelahan dan lemas sekali, dan mereka menertawakanku yang sedang dilanda orgasme hebat.

“Enak ya non? Hahaha… nanti Non pasti minta tambah”. Aku tak melihat siapa yang bicara, tapi aku tahu itu suara Yoyok, dan aku malas menanggapi ucapan yang amat kurang ajar dan merendahkanku itu.

Kemudian Ropik berkata padaku, “Non Mirna, kami akan melepaskan ikatanmu. Jika nona tidak macam macam, kami akan melepaskan nona setelah kami puas. Tapi jika nona macam macam, nona akan kami bawa ke rumah kosong di sebelah mess kami.

Dan nona tahu kan apa akibatnya? Di situ nona tidak hanya harus melayani kami berlima, tapi seluruh penghuni mess kami. Mengerti ya non?”.

Mendengar hal itu, aku hanya bisa mengangguk pasrah, dan berharap aku cukup kuat untuk melalui ini semu. “Iya pak. Jangan bawa saya ke sana pak. Saya akan menuruti kemauan bapak bapak. Tapi tolong, jangan lukai saya dan jangan hamili saya. Dan lagi, saya masih perawan pak. Tolong jangan kasar.

Tolong jangan keluarkan di dalam ya?” pintaku sungguh sungguh, dan merasa ngeri jika aku harus dibawa ke mess mereka. Aku tahu penghuni mess itu ada sekitar 60 orang, yang merupakan gabungan satpam, tukang sapu dan tukang kebun dari SMA tempat aku sekolah ini, ditambah dari SMP dan SD yang memang masih sekomplek, maklum satu yayasan.

Daripada aku lebih menderita digangbang oleh 60 orang, lebih baik aku menuruti apa mau mereka yang ‘cuma’ berlima ini. Dan aku benar benar berharap agar tak ada yang melukaiku, berharap mereka tidak segila itu untuk menindik tubuhku, trend yang kudengar sering dilakukan oleh pemerkosanya… menindik puting susu korbannya. Aku benar benar takut.

“Hahaha, non Mirna, sudah kami duga non memang masih perawan. Nona masih polos, dan tidak mengerti kalo kami suka memandangi tubuh nona yang sexy, dan selalu memimpikan memperawani non Mirna yang cantik ini sejak non masih kelas 1 SMA.

Minggu lalu, ketika non ulang tahun ke 17 dan merayakannya di kelas, bahkan memberi kami makanan, kami sepakat untuk mengFauziahi non kenikmatan surga dunia. Tenang saja non. Kami memang menginginkan tubuh non, tapi kami tak sekejam itu untuk melukai tubuh non yang indah ini.

Dan kalo tentang itu tenang non, kami sudah mempersiapkan semua itu. Seminggu terakhir ini, aqua botol yang non titip ke saya, saya campurin obat anti hamil. Sedangkan yang tadi, saya campurin obat anti hamil sekaligus obat cuci perut.

Non Mirna tadi sakit perut kan? Hahaha…” jelas Ropik sambil tertawa, tertawa yang memuakkan. Jadi ini semua sudah direncanakannya! Kurang ajar betul mereka ini. Aku memberi mereka makanan hanya karena ingin berbagi, tanpa memandang status mereka.

Tapi kini balasannya aku harus melayani mereka berlima. Aku akan digangbang mereka, dan mereka akan mengeluarkan sperma mereka di dalam rahimku sepuasnya tanpa kuatir menghamiliku. Lebih tepatnya, tanpa aku kuatir harus hamil oleh mereka. Membayangkan hal ini, entah kenapa tiba tiba aku terangsang hebat, dan birahiku naik tak terkendali.

Mereka semua mulai melepas semua pakaian mereka, dan ternyata penis penis mereka sudah ereksi dengan gagahnya, membuat jantungku berdegup semakin kencang melihat penis penis itu begitu besar. Ropik mengambil posisi di tengah selangkanganku, sementara yang lain melepaskan ikatan pada kedua pergelangan tangan dan kakiku.

Ropik menarik lepas celana dalamku, kini aku sudah telanjang bulat. Tubuhku yang putih mulus terpampang di depan mereka yang terlihat semakin bernafsu. “Indah sekali non Mirna, mem*knya non.

Rambutnya jarang, halus, tapi indah sekali”, puji Ropik. Memang rambut yang tumbuh di atas vaginaku amat jarang dan halus. Semakin jelas aku melihat penis Ropik, yang ternyata paling besar di antara mereka semua, dengan diameter sekitar 6 cm dan panjang yang sekitar 25 cm.

Aku menatap sayu pada Ropik. “Pak, pelan pelan pak ya..” aku mencoba mengingatkan Ropik, yang hanya menganguk sambil tersenyum. Kini kepala penis Ropik sudah dalam posisi siap tempur, dan Ropik menggesek gesekkannya ke mulut vaginaku.

Aku semakin terangsang, dan mereka tanpa memegangi pergelangan tangan dan kakiku yang sudah tidak terikat, mungkin karena sudah yakin aku yang telah mereka taklukkan ini tak akan melawan atau mencoba melarikan diri, mulai mengerubutiku kembali.

Kedua payudaraku kembali diremas remas oleh Fauzi dan Yoyok, sementara Urip dan Soleh bergantian melumat bibirku. Rangsangan demi rangsangan yang kuterima ini, membuat aku orgasme yang ke dua kalinya. Kembali tubuhku berkelojotan dan kakiku melejang lejang, bahkan kali ini cairan cintaku muncrat menyembur membasahi penis Ropik yang memang sedang berada persis di depan mulut vaginaku.

“Eh.. non Mirna ini.. belum apa apa sudah keluar 2 kali, pake muncrat lagi. Sabar non, kenikmatan yang sesungguhnya akan segera non rasakan. Tapi ada bagusnya juga lho, mem*k non pasti jadi lebih licin, nanti pasti lebih gampang ditembus ya”, ejeknya sambil mulai melesakkan penisnya ke vaginaku.

“Aduh.. sakit pak” erangku, dan Ropik berkata “Tenang non, nanti juga enak”. Kemudian ia menarik penisnya sedikit, dan melesakkannya sedikit lebih dalam dari yang tadi.

Rasa pedih yang amat sangat melanda vaginaku yang sudah begitu licin, tapi tetap saja karena penis itu terlalu besar, Ropik kesulitan untuk menancapkan penisnya ke vaginaku, namun dengan penuh kesabaran, Ropik terus memompa dengan lembut hingga tak terlalu menyakitiku.

Lambat laun, ternyata memang rasa sakit di vaginaku mulai bercampur rasa nikmat yang luar biasa. Dan Ropik terus melakukannya, menarik sedikit, dan menusukkan lebih dalam lagi, sementara yang lain terus melanjutkan aktivitasnya sambil menikmati tontonan proses penetrasi penis Ropik ke dalam vaginaku.

Fauzi dan Yoyok mulai menyusu pada kedua puting payudaraku yang sudah mengeras karena terus menerus dirangsang sejak tadi. Tak lama kemudian, aku merasakan selangkanganku sakit sekali, rupanya akhirnya selaput daraku robek.

“Ooooooh… aaaauuuugggh… hngggkk aaaaaaagh… “Aku menjerit kesakitan, seluruh tubuhku mengejang, dan air mataku mengalir, dan kembali aku merasakan keringatku mengucur deras. Aku ingin meronta, tapi rasa sesak di vaginaku membatalkan niatku. Aku hanya bisa mengerang, dan gairahku pun padam dihempas rasa sakit yang nyaris tak tertahankan ini.

“Aduh.. sakit pak Ropik.. ampun”, erangku, namun Ropik hanya tertawa tawa puas karena berhasil memperawaniku, dan yang lain malah bersorak,

“terus.. terus..”. Aku menggeleng gelengkan kepalaku ke kanan dan ke kiri menahan sakit, sementara bagian bawah tubuhku mengejang hebat, tapi aku tak berani terlalu banyak bergerak, dan berusaha menahan lejangan tubuhku supaya vaginaku penuh sesak itu tak semakin terasa sakit.

Namun lumatan penuh nafsu pada bibirku oleh Urip ditambah belaian pada rambutku serta dua orang tukang sapu yang menyusu seperti anak kecil di payudaraku ini membuat gairahku yang sempat padam kembali menyala.

Tanpa sadar, dalam kepasrahan aku mulai membalas lumatan itu. Ropik terus memperdalam tusukannya penisnya yang sudah menancap setengahnya pada vaginaku. Dan Ropik memang pandai memainkan vaginaku, kini rasa sakit itu sudah tak begitu kurasakan lagi, yang lebih kurasakan adalah nikmat yang melanda selangkanganku.

Penis itu begitu sesaknya walaupun baru menancap setengahnya, dan urat urat yang berdenyut di penis itu menambah sensasi yang luar biasa. Sementara itu Ropik mulai meracau, “Oh sempitnya non.

Enaknya.. ah.. “ sambil terus memompa penisnya sampai akhirnya amblas sepenuhnya, terasa menyodok bagian terdalam dari vaginaku, mungkin itu rahimku. Aku hanya bisa mengerang tanpa berani menggeliat, walaupun aku merasakan sakit yang bercampur nikmat.

Mulutku ternganga, kedua tanganku mencengkeram sprei berusaha mencari sesuatu yang bisa kupegang, sementara kakiku terasa mengejang tapi kutahan. Aku benar benar tak berani banyak bergerak dengan penis raksasa yang sedang menancap begitu dalam di vaginaku.

Dan setelah diam untuk memberiku kesempatan beradaptasi, akhirnya Ropik memulai pompaanya. Aku mengerang dan mengerang, mengikuti irama pompaan si Ropik.

Dan erangangku kembali tertahan ketika kali ini dengan gemas Urip memasukkan penisnya ke dalam mulutku yang sedang ternganga ini. Aku gelagapan, dan Urip berkata “Isep non. Awas, jangan digigit ya!” Aku hanya pasrah, dan mulai mengulum penis yang baunya tidak enak ini, tapi lama kelamaan aku jadi terbiasa juga dengan bau itu.

Penis itu panjang juga, tapi diameternya tak terlalu besar disbanding dengan penisnya Ropik. Tapi mulutku terasa penuh, dan ketika aku mengulum ngulum penis itu, Urip memompa penisnya dalam mulutku, sampai berulang kali melesak ke dalam tenggorokanku.

Aku berusaha supaya tidak muntah, meskupun berulang kali aku tersedak. Selagi aku bejruang beradaptasi terhadap sodokan penis si Urip ini, Soleh meraih tangan kananku, menggengamkan tanganku ke penisnya.

“Non, ayo dikocok!”, perintahnya. Penis itu tak hampir tak muat di genggaman telapak tanganku yang mungil, dan aku tak sempat memperhatikan seberapa panjang penis itu, walaupun dari kocokan tanganku, aku sadar penis itu panjang.

Aku menuruti semuanya dengan pasrah, ketika tiba tiba pintu terbuka, dan pak Edy, guru wali kelasku masuk, dan semua yang mengerubutiku menghentikan aktivitasnya, tentu saja penis Ropik masih tetap bersemayam dalam vaginaku.

Melihat semuanya ini, pak Edy membentak, “Apa apaan ini? Apa yang kalian lakukan pada Mirna?”.

Aku merasa ada harapan, segera melepaskan kulumanku pada penis Urip, dan sedikit berteriak “Pak Edy, tolong saya pak. Lepaskan saya dari mereka”. Pak Edy seolah tak mendengarku, dan berkata pada Ropik,

“Kalian ini.. ada pesta kok tidak ngajak saya? Untung saya mau mencari bon pembelian kotak P3K tadi. Kalo begini sih, itu bon gak ketemu juga tidak apa apa… hahaha…”. Aku yang sempat kembali merasa ada harapan untuk keluar dari acara gangbang ini, dengan kesal melanjutkan kocokan tanganku pada penis Soleh juga kulumanku pada penis Urip.

Memang aku harus mengakui, aku menikmati perlakuan mereka, tapi kalau bisa aku juga ingin semua ini berakhir. Setelah sadar bahwa pak Edy juga sebejat mereka, semuanya tertawa lega, dan sambil mulai melanjutkan pompaan penisnya pada vaginaku, Ropik berkata,

“Pak Edy tenang saja, masih kebagian kok. Itu tangan kiri non Mirna masih nganggur, kan bisa buat ngocok punya pak Edy dulu. Tapi kalo soal mem*knya, ngantri yo pak. Abisnya, salome sih”.

Pak Edy tertawa. “Yah gak masalah lah. Ini kan malam minggu, pulang malam juga wajar kan?” katanya mengiyakan sambil melepas pakaiannya dan ternyata (untungnya) penisnya tidak terlalu besar, bahkan ternyata paling pendek di antara mereka.

Tapi aku sudah tak perduli lagi. Vaginaku yang serasa diaduk aduk mengantarku orgasme yang ke tiga kalinya. “aaaaagh.. paaak… sayaaa… keluaaaar….”, erangku yang tanpa sadar mulai menggenggam penis pak Edy yang disodorkan di dekat tangan kiriku yang memang menganggur.

Pinggangku terangkat sedikit ke atas, kembali tubuhku terlonjak lonjak, entah ada berapa lamanya tersentak sentak, namun kini cairanku tak keluar karena vaginaku yang masih sangat sempit ini seolah dibuntu oleh penis Ropik yang berukuran raksasa.

Dalam kelelahan ini, aku harus melayani 6 orang sekaligus. Sodokan sodokan yang dilakukan Ropik membuat gairahku cepat naik walaupun aku baru saja orgasme hebat. Tapi aku tak tahu, kapan Ropik akan orgasme, ia begitu perkasa. Sudah 15 menit berlalu, dan ia masih memompaku dengan garangnya.

Desahan kami bersahut sahutan memenuhi ruangan yang kecil ini. Kedua tanganku mengocok penis dari Soleh dan pak Edy, wali kelasku yang ternyata bejat, membuatku bingung memikirkan apa yang harus kulakukan jika bertemu dengannya mulai senin besok dan seterusnya saat dia mengajar.

Urip mengingatkanku untuk kembali mengulum penisnya yang kembali disodokkannya ke kerongkonganku, membuat aku tak sempat terlalu lama memikirkan hal itu.. Kini aku sudah mulai terbiasa, bahkan sejujurnya mulai menikmati saat saat tenggorokanku diterjang penis si Urip ini. Kepasrahanku ini membuat mereka semua semakin bernafsu.

Tiba tiba Ropik menarikku hingga aku terduduk, lalu dia tiduran di ranjang, hingga sekarang aku berada dalam posisi woman on top, dan penis itu terasa semakin dalam menancap dalam vaginaku. Aku masih tak tahu apa yang ia inginkan, tiba tiba aku ditariknya lagi hingga rebah dan payudaraku menindih tubuhnya.

Urat penisnya terasa mengorek ngorek dinding vaginaku.

“Eh, daripada satu lubang rame rame, kan lebih nikmat kalo dua, eh, tiga sekalian, tiga lubang rame rame?” tanya Ropik pada yang lain, yang segera menyetujui sambil tertawa.

“Akuuur… “, seru mereka, dan Urip segera ke belakangku, kemudian meludahi anusku. “Oh Tuhan… aku akan disandwich.. bagaimana ini..”, kataku dalam hati.

“Jangaaaan…. Jangan di situuu…!!” teriakku ketakutan. Namun seperti yang aku duga, Urip sama sekali tidak perduli. Aku memejamkan mata ketika Urip menempelkan kepala penisnya ke anusku, dan yang lain bersorak kegirangan, memuji ide Ropik.

“aaaaaagh…” erangku ketika penis Urip mulai melesak ke liang anusku. Mataku terbeliak, tanganku menggenggam erat sprei kasur tempat aku aku dibantai ramai ramai, tubuhku terutama pahaku bergetar hebat menahan sakit yang luar biasa.

Ludah Urip yang bercampur dengan air liurku di penis Urip yang baru kukulum tadi, tak membantu sama sekali. Rasa pedih yang menjadi jadi mendera anusku, dan aku kembali mengerang panjang.

“aaaaaaaaaaaaagh…. sakiiiiiit…. Jangaaaaan…..”, erangku tanpa daya ketika akhirnya penis itu amblas seluruhnya dalam anusku. Selagi aku mengerang dan mulutku ternganga, Soleh mengambil kesempatan itu untuk membenamkan penisnya dalam mulutku, hingga eranganku teredam.

Sial, ternyata penis Soleh ini agak mirip punya Urip yang sedang menyodomiku. Begitu panjang, walaupun diameternya tidak terlalu besar, tapi penis itu cukup panjang untuk menyodok nyodok tenggorokanku. Kini tubuhku benar benar bukan milikku lagi.

Rasa sakit yang hampir tak tertahankan melandaku saat Urip mulai memompa anusku. Setiap ia mendorongkan penisnya, penis Soleh menancap semakin dalam ke tenggorokanku, sementara penis Ropik sedikit tertarik keluar.

Tapi sebaliknya, saat Urip memundurkan penisnya, penis Soleh juga sedikit tertarik keluar dari kerongkonganku, tapi akibatnya tubuhku yang turun membuat penis Ropik kembali menancap dalam dalam di vaginaku, ditambah lagi Ropik sedikit menambah tenaga tusukannnya, hingga rasanya penisnya seperti menggedor rahimku.

Sedikit sakit memang, tapi perlahan rasa sakit pada anusku sudah berkurang banyak, dan ketika rasa sakit itu reda, aku sudah melayang dalam kenikmatan. Hanya 2 menit dalam posisi ini, aku sudah orgasme hebat, namun aku hanya bisa pasrah.

Tubuhku hanya bisa bergetar, aku tak bisa bergerak banyak karena semuanya seolah olah terkunci. Dalam keadaan orgasme, mereka tanpa ampun terus bergantian memompaku, membuat orgasmeku tak kunjung reda bahkan akhirnya aku mengalami multi orgasme!

Tanpa terkendali lagi, aku mengejang hebat susul menyusul, dan cairan cintaku keluar berulang ulang, sangat banyak mengiringi multi orgasmeku yang sampai lebih dari 3 menit. namun semua cairan cintaku yang aku yakin sudah bercampur darah perawanku tak bisa mengalir keluar, terhambat oleh penis Ropik.

Tanganku yang menumpu pada genggaman tangan Ropik bergetar getar. Sementara Soleh membelai rambutku dan Urip meremas remas payudaraku dari belakang. Sungguh, aku tak kuasa menyangkal. Kenikmatan yang aku alami sekarang ini benar benar dahsyat, belum pernah sebelumnya aku merasakan yang seperti ini.

Aku memang pernah bermasturbasi, namun yang ini benar benar membuatku melayang. Mereka terus menggenjot tubuhku. Desahan yang terdengar hanya desahan mereka, karena aku tak mampu mengeluarkan suara selama penis Soleh mengorek ngorek tenggorokanku.

Entah sudah berapa kali aku mengalami orgasme, sampai akhirnya, “hegh.. hu… huoooooooh..”, Ropik melenguh, penisnya berkedut, kemudian spermanya yang hangat menyemprot berulang ulang dalam liang vaginaku, diiringi dengan keluarnya cairan cintaku untuk yang ke sekian kalinya.

Akhirnya Ropik orgasme juga bersamaan denganku, dan penisnya sedikit melembek, dan terus melembek sampai akhirnya cukup untuk membuat cairan merah muda meluber keluar dengan deras dari sela sela mulut vaginaku, yang merupakan campuran darah perawanku, cairan cintaku dan sperma Ropik.

“Oh.. enake rek, mem*k amoy seng sek perawan…” kata Ropik, yang tampak amat puas. Nafasku sudah tersengal sengal. Untungnya, Urip dan Soleh cukup pengertian. Urip mencabut penisnya dari anusku, dan Soleh tak memaksaku mengulum penisnya yang terlepas ketika aku yang sudah begitu lemas karena kelelahan, ambruk menindih Ropik yang masih belum juga melepaskan penisnya yang masih terasa begitu besar untukku.

Kini aku mulai sadar dari gairah nafsu birahi yang menghantamku selama hampir satu jam ini. Namun aku tidak menangis. Tak ada keinginan untuk itu, karena sejujurnya aku tadi amat menikmati perlakuan mereka, bahkan gilanya, aku menginginkan diriku digangbang lagi seperti tadi.

Apalagi mereka cukup lembut dan pengertian, tidak sekasar yang aku bayangkan. Mereka benar benar menepati janji untuk tidak melukaiku dan menyakitiku seperti menampar ataupun menjambak rambutku.

Bahkan Ropik memelukku dan membelai rambutku dengan mesra dan penuh kasih saying, setidaknya menurut perasaanku, sehingga membuatku semakin pasrah dan hanyut dalam pelukannya. Apalagi yang lain kembali mengerubutiku, membelai sekujur tubuhku seolah ingin menikmati tiap senti kulit tubuhku yang putih mulis ini.

Entah kenapa aku merasa aku rela melayani mereka berenam ini untuk seterusnya, membuatku terkejut dalam hati. “Hah? Apa yang baru saja aku pikirkan? Aku ini kan diperkosa, kok aku malah berpikir seperti itu?” pikirku dalam hati.

Tapi tak bisa kupungkiri, tadi itu benar benar nikmat, belum pernah aku merasakan yang seperti itu ketika aku bermasturbasi. Lagian, apakah ini masih bisa disebut perkosaan? Selain aku pasrah melayani apa mau mereka, aku juga menikmatinya, bahkan sampai orgasme berkali kali.

Lamunanku terputus saat Ropik mengangkat tubuhku hingga penisnya yang sudah mengecil terlepas dari vaginaku.

“Non, kita lanjutin ya”, kata Soleh yang sudah tiduran di bawahku yang sedikit mengkangkang.

Aku hanya menurut saja dan mengarahkan vaginaku ke penisnya yang tegak mengacung. Aku memegang dan membimbing penis itu untuk menembus vaginaku yang sudah tidak perawan lagi ini. “Ooh… aaah….”, erang Soleh ketika penisnya mulai melesak ke dalam vaginaku.

Lebih mudah dari punya Ropik tadi, karena diameter penis si Soleh memang lebih kecil. Namun tetap saja, panjangnya membuat aku sedikit banyak kelabakan. “Ooh.. aduuuuh… “, erangku panjang seiring makin menancapnya penis Soleh hingga amblas sepenuhnya dalam vaginaku.

Penisnya terasa hangat, lebih hangat dari punya si Ropik yang kini duduk di kursi tengah ruang ini sambil merokok. Mereka memberiku kesempatan untuk bernafas sejenak, kemudian Urip mendorongku hingga aku kembali telungkup, kali ini menindih Soleh yang langsung mengambil kesempatan itu untuk melumat bibirku.

Baru aku sadar, Soleh ini pasti tinggi sekali. Dan rupanya si Urip belum puas dan ingin melanjutkan anal seks denganku. Kembali aku disandwich seperti tadi. Namun kali ini aku lebih siap. Aku melebarkan kakiku hingga semakin mengkangkang seperti kodok, dan… perlahan tapi pasti, anusku kembali ditembus penis Urip yang amat keras ini, membuat bagian bawah tubuhku kembali terasa sesak.

Walaupun memang tidak sesesak tadi, namun cukup untuk membuatku merintih mengerang antara pedih dan nikmat.

Kini Fauzi dan Yoyok ikut mengepungku. Mereka masing masing memegang tangan kiri dan kananku, mengarahkanku untuk menggenggam penis mereka dan mengocoknya. Selagi aku mulai mengocok dua buah penis itu, wali kelasku yang ternyata bejat ini mengambil posisi di depanku, memintaku mengoral penisnya.

“Dioral sekalian, daripada nganggur nih”, katanya dengan senyum yang memuakkan. Tapi aku terpaksa menurutinya daripada nanti ia berbuat atau mengancam yang macam macam. Kubuka mulutku walaupun dengan setengah hati, membiarkan penis pak Edy yang berukuran kecil ini masuk dalam kulumanku.

Jadi kini aku digempur 5 orang sekaligus, yang mana justru membuat gairahku naik tak karuan. Apalagi Soleh dan Urip makin bersemangat menggenjot selangkanganku, benar benar dengan cepat membawaku orgasme lagi.

“eeeeeemmmmph….”, erangku keenakan. Tubuhku mengejang, dan kurasakan cairan cintaku keluar, melumasi vaginaku yang terus dipompa Soleh yang juga merem melek keenakan. Tiba tiba penis pak Edy berkedut dalam mulutku, dan tanpa ampun spermanya muncrat membasahi kerongkonganku. Baru kali ini aku merasakan sperma dalam mulutku, rasanya aneh, asin dan asam.

Mungkin karena sudah beberapa kali melihat film bokep, tanpa disuruh aku sudah tahu tugasku. Kubersihkan penis pak Edy dengan kukulum, kujilati, dan kusedot sedot sampai tidak ada sperma yang tertinggal di penis yang kecil itu.

Soleh mengejek pak Edy, “Lho pak, kok sudah keluar? Masa kalah sama sepongannya non Mirna? Bagaimana nanti sama mem*knya? Seret banget lho pak”, kata Soleh, yang disambung tawa yang lain. Pak Edy terlihat tersenyum malu, dan tak berkata apa apa, hanya duduk di sebelah si Ropik.

Aku tertawa dalam hati, namun ada bagusnya juga, kini tugasku menjadi sedikit lebih ringan. Fauzi yang juga ingin merasakan penisnya kuoral, pindah posisi ke depanku, dan mengarahkan penisnya ke mulutku.

Aku mengulum penis itu tanpa penolakan, dan kocokan tangan kananku pada penis Yoyok kupercepat, mengimbangi cepatnya sodokan demi sodokan penis Soleh dan Urip yang semakin gencar menghajar vagina dan anusku. Urip tiba tiba mendengus dengus dan melolong panjang “oooooooouuuuggghh…. “, seiring berkedutnya penisnya dalam anusku, dan menyemprotkan maninya berulang ulang.

Terasa hangat sekali anusku di bagian terdalam. Kini aku tinggal melayani 3 orang saja, namun entah aku sudah orgasme berapa kali. Aku amat lelah untuk menghitungnya. Dan Yoyok menggantikan Urip membobol anusku.

Baru aku sadar, dari genggaman tanganku tadi pada penis Yoyok, aku tahu penis Yoyok tidak panjang, tapi… diameternya itu.. rasanya seimbang dengan punya si Ropik. Oh celaka… penis itu akan segera menghajar anusku. “ooooh… oooooogh… sakiiiit…”, erangku ketika Yoyok memaksakan penisnya sampai akhirnya masuk.

Namun seperti yang tadi tadi, rasa sakit yang menderaku hanya berlangsung sebentar, dan berganti rasa nikmat luar biasa yang tak bisa dilukiskan dengan kata kata. Aku semakin tersengat birahi ketika Soleh yang ada di bawahku meremas remas payudaraku yang tergantung di depan matanya, sementara Fauzi menekan nekankan kepalaku untuk lebih melesakkan penisnya ke kerongkonganku. Di sini aku juga sadar, ternyata penis si Fauzi ini setipe dengan punya Urip atau Soleh.

Dengan pasrah aku terus melayani mereka satu per satu sampai akhirnya mereka orgasme bersamaan. Dimulai dari kedutan penis Soleh dalam vaginaku, tapi tiba tiba penis Fauzi berkedut lebih keras dan langsung menyemburkan spermanya yang amat banyak dalam rongga mulutku.

Aku gelagapan dan nyaris tersedak, namun aku usahakan semuanya tertelan masuk dalam kerongkonganku. Selagi aku berusaha menelan semuanya, tiba tiba dari belakang Yoyok menggeram, penisnya juga berkedut, kemudian menyemprotkan sperma berulang ulang dalam anusku, diikuti Soleh yang menghunjamkan penisnya dalam dalam sambil berteriak penuh kenikmatan.

“Oooooooohh… aaaaaaargh”, seolah tak mau kalah, aku juga mengerang panjang. Bersamaan dengan berulang kali menyemprotnya sperma Soleh di dalam vaginaku, aku juga mengalami orgasme hebat. Fauzi jatuh terduduk lemas setelah penisnya kubersihkan tuntas seperti punya pak Edy tadi.

Lalu Soleh yang penisnya masih menancap di dalam vaginaku memeluk dan lembali melumat bibirku dengan ganas, sampai aku tersengal sengal kehabisan nafas. Yoyok yang penisnya tak terlalu panjang hingga sudah terlepas dari anusku, juga duduk bersandar di dinding. Kini tinggal aku dan Soleh yang ada di atas ranjang, dan kami bergumul dengan panas.

Soleh membalik posisi kami hingga aku telentang di ranjang ditindihnya, dan penisnya tetap masih menancap dalam vaginaku meskipun mulai lembek, mungkin dikarenakan penis Soleh yang panjang. Tanpa sadar, kakiku melingkari pinggangnya Soleh, seakan tak ingin penisnya terlepas, dan aku balas melumat bibir si Soleh ini.

Pergumulan kami yang panas, menyebabkan Ropik terbakar birahi. Tenaganya yang sudah pulih seolah ditandai dengan mengacungnya penisnya, yang tadi sudah berejakulasi. Namun ia dengan sabar membiarkan aku dan Soleh yang bergumul dengan penuh nafsu.

Namun penis Soleh yang semakin mengecil itu akhirnya tidak lagi tertahan erat dalam vaginaku, dan Soleh pun tampaknya tahu diri untuk memberikanku kepada yang lain yang sudah siap kembali untuk menggenjotku.

Ropik segera menyergap dan menindihku, tanpa memberiku kesempatan bernafas, dengan penuh nafsu Ropik segera menjejalkan penisnya yang amat besar itu ke dalam vaginaku.

Aku terbeliak, merasakan kembali sesaknya vaginaku. Ropik yang sudah terbakar nafsu ini mulai memompa vaginaku dengan ganas, membuat tubuhku kembali bergetar getar sementara aku mendesah dan merintih merasakan nikmat berkepanjangan ini.

Gilanya, aku mulai berani mencoba lebih merangsang Ropik dengan pura pura ingin menahan sodokan penisnya dengan cara menahan bagian bawah tubuhnya. Benar saja, dengan tatapan garang ia mencengkram kedua pergelangan tanganku dan menelentangkannya, membuatku tak berdaya.

Dan sodokan dem sodokan yang menghajar vaginaku terasa semakin keras. Aku menatap Ropik dengan pandangan sayu memelas untuk lebih merangsangnya lagi, dan berhasil. Dengan nafas memburu, Ropik melumat bibirku sambil terus memompa vaginaku. Kini aku yang gelagapan.

Orgasme yang menderaku membuat tubuhku bergetar hebat, tapi aku tak berdaya melepaskannya karena seluruh gerakan tubuhku terkunci, hingga akhirnya Ropik menggeram nggeram, semprotan sperma yang cukup banyak kembali membasahi liang vaginaku.

Ropik melepaskan cengkramannya pada kedua pergelangan tanganku, namun aku sudah terlalu lelah dan lemas untuk menggerakkannya. Ia turun dari ranjang, setelah melumat bibirku dengan ganas, lalu memberi kesempatan pada pak Edy yang sudah ereksi kembali. Kali ini, ia terlihat lebih gembira, karena mendapatkan jatah liang vaginaku, yang kelihatannya sudah ditunggunya sejak tadi.

Dengan tersenyum senang, yang bagiku memuakkan, ia mulai menggesekkan kepala penisnya ke vaginaku yang sudah banjir cairan sperma bercampur cairan cintaku. Tanpa kesulitan yang berarti, ia sudah melesakkan penisnya seluruhnya.

Aku sedikit mendesah ketika ia mulai memompa vaginaku. Namun lagi lagi seperti tadi, belum ada 3 menit, pak Edy sudah mulai menggeram, kemudian tanpa mampu menahan lagi ia menyemprotkan spermanya ke dalam liang vaginaku.

Yang lain kembali tertawa, sedangkan aku yang belum terpuaskan dalam ‘sesi’ ini, memandang yang lain, terutama Fauzi yang belum sempat merasakan selangkanganku. Fauzi yang seolah mengerti, segera mendekatiku.

Terlebih dulu ia mencium bibirku dengan dimesra mesrakan, membuatku sedikit geli namun cukup terangsang juga. Tak lama kemudian, Fauzi sudah siap dengan kepala penis yang menempel di vaginaku, lalu mulai melesakkan penisnya dalam dalam.

Ia terlihat menikmati hal ini, sementara aku sedikit mengejang menahan sakit karena Fauzi cukup terburu buru dalam proses penetrasi ini. Selagi kami dalam proses menyatu, yang lain sedang mengejek pak Edy yang terlalu cepat keluar. Ingin aku menambahkan, penisnya agak sedikit lembek. Tapi aku menahan diri dan diam saja, karena aku tak ingin terlihat murahan di depan mereka.

Fauzi mulai memompa vaginaku. Rasa nikmat kembali menjalari tubuhku. Pinggangku bergerak gerak dan pantatku sedikit terangkat, seolah menggambarkan aku yang sedang mencari kenikmatan. Selagi aku dan Fauzi sudah mulai menemukan ritme yang pas, aku melihat yang lain yaitu Yoyok dan Urip akan pergi ke wc, katanya untuk mencuci penis mereka yang tadi sempat terbenam dalam anusku.

Sambil keluar Urip berkata, “nanti kasihan non Mirna, kalo mem*knya yang bersih jadi kotor kalo kont*lku tidak aku cuci”.

“iya, juga, kan kasihan, amoy cakep cakep gini harus ngemut ****** yang kotor seperti ini”, sambung Yoyok. Oh.. ternyata mereka begitu pengertian padaku.

Aku jadi semakin senang, dan menyerahkan tubuhku ini seutuhnya pada mereka. Kulayani Fauzi dengan sepenuh hati, setiap tusukan penisnya kusambut dengan menaikkan pantatku hingga penis itu bersarang semakin dalam.

Tanpa ampun lagi, tak 5 menit kemudian aku orgasme disusul Fauzi yang menembakkan spermanya dalam liang vaginaku, bersamaan dengan kembalinya Yoyok dan Urip. Namun mereka berdua ini tak langsung menggarapku.

Setelah Fauzi kembali terduduk lemas di bawah, mereka berdua mengerubutiku, tapi hanya membelai sekujur tubuhku, memberiku kesempatan untuk beristirahat setelah orgasme barusan. Mereka berdua menyusu pada payudaraku, sambil meremas kecil, membuatku mendesah tak karuan. Kini jam sudah menunjukkan pukul 21:00 malam.

Tak terasa sudah satu jam aku melayani mereka semua. Dalam keadaan lelah, aku minta waktu sebentar pada Urip dan Yoyok untuk minum. Keringat yang mengucur deras sejak tadi membuatku haus.

“Sebentar bapak bapak, saya mau minum dulu ya”, kataku. Kebetulan di tasku ada sekitar setengah botol air Aqua, sisa minuman yang tadi sore, tapi aku langsung teringat, minuman itu dicampur obat cuci perut yang mengantarku ke horor di ruang UKS ini.

“Pak Ropik. Itu air sudah bapak campurin obat cuci perut kan? Tolong pak, belikan saya minuman dulu. Tapi jangan dicampurin apa apa lagi ya pak”, kataku sambil akan turun dari ranjang untuk mencari uang dalam dompet yang ada di dalam tas sekolahku.

Tapi Ropik berkata, “Gak usah non. Saya belikan saja”. Ropik pergi ke wc sebentar untuk mencuci penisnya, kemudian kembali dan mengenakan celana dalam dan celana panjangnya saja. Lalu ia keluar untuk membeli air minum untukku.

Sambil menunggu, yang lain menggodaku, merayuku betapa cantiknya aku, betapa putih mulusnya kulit tiubuhku yang indah dan sebagainya. Aku hanya tersenyum kecil menanggapi itu semua. Tak lama kemudian, Ropik kembali sambil membawa sebotol Aqua, yang segelnya sudah terbuka.

Aku menatapnya curiga, dan bertanya dengan ketus. “Pak, masa bapak tega mencampuri air minum ini lagi? Nanti kan saya mulas mulas lagi?”.

Ropik dengan tersenyum menjawab, “nggak non. Masa lagi enak enak gini saya pingin non bolak balik ke WC lagi. Ini cuma supaya non Mirna gak terlalu capek. Buat tambah tenaga non”.

Yah.. pokoknya bukan obat cuci perut, aku akhirnya meminumnya sampai setengahnya, karena aku sudah semakin kehausan. Tak lupa aku mengambil botol sisa air minum yang tadi di dalam tasku, dan membuangnya ke tong sampah.

Kemudian aku kembali ke ranjang, menuntaskan tugasku melayani Urip dan Yoyok. Tiba tiba aku merasa aneh, tubuhku terasa panas terutama wajahku, keringat kembali bercucuran di sekujur tubuhku. Padahal mereka belum menyentuhku.

Aku langsung mengerti, ini pasti ada obat perangsang yang dicampurkan dalam minuman tadi. Sialan deh, aku kini semakin terperangkap dalam cengkeraman mereka. Urip dan Yoyok bergantian memompa vagina dan mulutku.

Awalnya Urip melesakkan penisnya dalam vaginaku, sementara Yoyok memintaku mengoral penisnya. Karena obat perangsang itu, sebentar sebentar aku mengalami orgasme, dan tiap aku orgasme mereka bertukar posisi.

Rasa sperma dari banyak orang, bercampur cairan cintaku kurasakan ketika mengoral penis mereka, dan membuatku semakin bergairah. Mereka akhirnya berorgasme bersamaan, Yoyok di vaginaku dan Urip di tenggorokanku.

Sedangkan aku sendiri sampai pada titik dimana aku kembali mengalami multi orgasme. Ada 3 sampai 4 menit lamanya, tubuhku terlonjak lonjak hingga pantatku terangkat angkat, kakiku melejang lejang sementara tanganku menggengam sprei yang sudah semakin basah dan awut awutan.

Aku melenguh panjang, kemudian roboh telentang pasrah, dalam keadaan masih terbakar nafsu birahi, tapi kelelahan dan nafasku yang tersengal sengal membuatku hanya bisa memejamkan mata menikmati sisa getaran pada sekujur tubuhku.

Kemudian bergantian mereka terus menikmati tubuhku. Aku sudah setengah tak sadar kerena terbakar nafsu birahi yang amat hebat, melayani dan melayani mereka semua tanpa bisa mengontrol diriku.

Akhirnya mereka sudah selesai menikmati tubuhku ketika jam menunjukan pukul 21:45. Mereka membiarkanku istirahat hingga staminaku sedikit pulih. Aku bangkit berdiri lalu melap tubuhku yang basah kuyup oleh keringat dengan handuk dan membersihkan selangkangan dan pahaku yang belepotan sperma.

Dan dengan nakal Ropik melesakkan roti hot dog ke dalam vaginaku. Aku mendesah dan memandangnya penuh tanda tanya, tapi Ropik hanya cengengesan sambil memakaikan celana dalamku, hingga roti itu semakin tertekan oleh celana dalamku yang cukup ketat.

Aku melenguh nikmat, dan mereka berebut memakaikan braku. Tanganku direntangkan, dan mereka menutup kedua payudaraku dengan cup bra-ku, memasang kaitannya di belakang punggungku. Lalu setelah memakaikan seragam sekolah dan rokku, mereka melingkariku yang duduk di atas ranjang dan sedang mengenakan kaus kaki dan sepatu sekolahku.

Kemudian aku menatap mereka semua, siap mendengarkan ancaman kalo tidak boleh bilang siapa siapa lah.. ah, kalo itu sih nggak usah mereka mengancam, memangnya aku sampai tak punya malu sehingga menceritakan bagaimana aku yang asalnya diperkosa kemudian melayani mereka sepenuh hati seperti yang tadi aku lakukan?? Dan tentang kalo mereka ingin memperkosaku lagi di lain waktu, aku juga sudah pasrah.

“Non Mirna, kami puas dengan pelayanan non barusan. Tapi tentu saja kami masih menginginkan non melayani kami untuk berikut berikutnya”, kata Ropik.

Aku tak terlalu terkejut mendengar hal ini, tapi aku berpura pura tidak mengerti dan bertanya, “maksud bapak?”. “Non tentu sudah mengerti, kami masih inginkan servis non di lain hari. Kebetulan, minggu depan hari kamis tu kan hari terima rapor semester 3.

Dua hari sebelum hari Natal. Tanggal 24 kan libur, kami ingin non Mirna datang ke sini jam 7 malam untuk melayani kami lagi. Seperti hari ini, non cukup melayani kami 2 jam saja.

Soal pertemuan berikutnya, kita bisa atur lagi nanti tanggal 24 itu. Non harus datang, karena kalo tidak wali kelas non bisa memberikan sanksi tegas. Iya kan pak Edy?” jelas Ropik panjang lebar.

Pak Edy mengiyakan dan berkata, “benar Mirna. Saya bisa membuatmu tidak naik kelas, dengan alasan yang bisa saya cari cari. Jadi sebaiknya kamu jangan macam macam, apalagi sampai melaporkan hal ini ke orang lain.

Lagipula, saya yakin kamu cukup cerdas untuk tidak melakukan hal bodoh seperti itu”. Mendengar semuanya ini, aku hanya bisa mengangguk pasrah. Oh Tuhan.. di malam Natal minggu depan, aku harus bermain sex dengan enam laki laki yang ada di sekitarku ini

Dan aku tak bisa menolak sama sekali.. Setelah semua beres, aku diijinkan pulang. Dalam keadaan loyo, aku berjalan tertatih tatih ke mobilku, selain sakit yang mendera selangkanganku akibat baru saja diperawani dan disetubuhi ramai ramai, roti yang menancap pada vaginaku sekarang ini membuat aku tak bisa berjalan dengan normal dan lancar. Untungnya tak ada yang melihatku dan menghadangku, akhirnya aku sampai ke dalam mobil, dan menyetir sampai ke rumah dengan selamat.

Sampai di rumah, sekitar pukul 22:30, aku memencet remote pintu pagar untuk membuka, lalu aku memasukkan mobilku halaman rumah. Setelah memencet remote untuk menutup pintu pagar, aku masuk ke dalam rumah, langsung menuju kamarku.

Roti ini benar benar mengganggu sejak aku menyetir tadi. Rasa nikmat terus mendera vaginaku tak henti hentinya, karena setiap kaki kiriku menginjak kopling, roti ini rasanya tertanam makin dalam. Kini hal yang sama juga terjadi setiap aku melangkahkan kakiku agak lebar.

Rasanya kamarku begitu jauh, apalagi aku harus naik tangga, kamarku memang ada di lantai 2. Akhirnya aku sampai ke kamarku. Di sana aku buka semua bajuku, lalu pergi ke kamar mandi yang ada di dalam kamarku, mencabut roti yang sudah sedikit hancur terkena campuran sperma dan cairan cintaku.

Aku menyemprotkan air shower ke vaginaku untuk membersihkan sisa roti yang tertinggal di dalamnya, sambil sedikit mengorek ngorek vaginaku untuk lebih cepat membersihkan semuanya.

Rasa nikmat kembali menjalari tubuhku, namun aku tahu aku harus segera beristirahat. Maka aku segera mandi keramas sebersih bersihnya, kemudian setelah mengeringkan tubuhku aku memakai daster tidur satin yang nyaman, dan merebahkan tubuhku yang sudah amat kelelahan ini di ranjangku yang empuk. Tak lama kemudian aku sudah tertidur pulas, setelah berhasil mengusir bayangan wajah puas orang orang yang tadi menggangbang aku.